001

Materi T & Strat Pembangunan Sosial

KEBERHASILAN PEMBANGUNAN SOSIAL


(Perspektif Kelembagaan)

Pendahuluan

Tujuan utama dari penulisan buku ini adalah memberikan penjelasan secara komprehensif (lengkap) mengenai bidang pembangunan sosial. Sebagaimana diungkapkan di dalam definisi pembangunan sosial dengan kerangka pendekatan yang berbeda di dalam peningkatan pembangunan sosial, menelusuri sejarah pembangunan sosial, menguji kunci teoritis perdebatan pembangunan sosial dan mendiskripsikan strategi besar pembangunan sosial. Buku ini telah juga menunjukkan bahwa banyak perbedaan yang besar mengenai pendapat tentang masalah pembangunan sosial. Pembangunan sosial yang telah didefinisikan di dalam berbagai disiplin yang berbeda dan kepentingan, berbagai orang, kelompok dengan berbagai perbedaan kelompok telah memberikan sumbangan terbentuknya sejarah perkembangan pembangunan sosial, pendekatan dengan issu teoritis dengan berbagai langkah juga dilakukan, dan berbagai strategi yang berbeda juga telah dirumuskan.

Ketika tulisan ingin mempersembahkan suatu bahasan yang luas mengenai bidang pembangunan sosial, hal itu tidak dibatasi oleh bidang pembangunan sosial itu sendiri, tetapi lebih mengintegrasikan berbagai materi dengan berupaya melihat berbagai strateginya sendiri mengenai pembangunan sosial. Di dalam bab akhir ini akan diupayakan perumusan berkesinambungan tentang strategi pendekatan pembangunan sosial yang bermaksud menggabungkan berbagai strategi yang dibahas sebelumnya. Walaupun hal itu tidak serupa bahwa suatu usaha membuat sintesis secara umum dapat diterima, tetapi dengan jelas bahwa suatu pendekatan pembangunan sosial yang disebut sebagai perspektif kelembagaan, harus dibahas, diupayakan sebagai suatu perangkat resep di dalam mencapai tujuan pembangunan sosial.

Perspektif kelembagaan mencoba guna memobilisir berbagai lembaga sosial termasuk pasar, masyarakat dan negara dalam rangka peningkatan kesejahteraan manusia. Hal demikian itu diilhami oleh suatu posisi ideologi yang berasal dari berbagai keyakinan dan dengan teori ilmu sosial diupayakan untuk diselaraskan dalam berbagai pendekatan pembangunan sosial. Kesemuanya itu berisi mengenai strategi pembangunan sosial yang telah dibahas di dalam bab sebelumnya dan tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi kesemuanya terintegrasi dalam rangka peningkatan pencapaian tujuan pembangunan sosial yang bersama dengan proses dinamis mengenai pembangunan ekonomi. Namun, hal demikian itu akan dibahas bahwa pemerintah harus memainkan peranan penting di dalam menselaraskan berbagai strategi yang berbeda dan mengendalikan upaya pembangunan sosial. Alasannya adalah bahwa perspektif kelembagaan ditandai dengan bentuk atau model administratif aktif yang dikenal dengan “managed pluralism”.

Di dalam bab ini akan dimulai dengan menjelaskan ciri-ciri perspektif kelembagaan, dan berupaya untuk menelusuri pemikiran ideologi dan teoritis sebagai dasarnya. Kemudian dengan memperhatikan bagaimana perspektif kelembagaan dapat diterapkan. Memerlukan perhatian khusus untuk mempersiapkan organisasi yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan perspektif kelembagaan ini, dan menguji sejauh mana kebijakan ekonomi dan politik dapat dihubungkan melalui kondisi sosio-budaya yang khusus. Akhirnya, di dalam bab ini ingin mempersembahkan beberapa contoh ilustrasi tentang keberhasilan pelaksanaan pembangunan sosial dalam perspektif kelembagaan. Di sini akan ditujukan bahwa sangat mungkin untuk menserasikan berbagai pendekatan yang berbeda mengenai pembangunan sosial melalui konteks yang lebih luas dalam upaya peningkatan pembangunan. Walaupun perspektif pembangunan sosial dibahas dalam bab ini, hal itu akan menjadi lebih jelas bahwa sesungguhnya telah dibahas di bab sebelumnya, khususnya mengenai definisi pembangunan sosial di dalam bab 1.



PERSPEKTIF KELEMBAGAAN

Sebagaimana telah diuraikan di atas, isi dari perspektif kelembagaan adalah berbagai lembaga sosial termasuk negara, pasar, dan masyarakat yang dapat dimobilisir dalam rangka peningkatan pencapaian tujuan pembangunan sosial. Pembahasan mengenai strategi pendekatan yang berbeda dalam pembangunan sosial telah dibahas di dalam bab sebelumnya tidak hanya tergantung pada berbagai lembaga di atas dan tidak mungkin memanfaatkan sepenuhnya melakukan intervensi dalam peningkatan kesejahteraan manusia. Penganjur pendekatan kelembagaan yakin bahwa strategi demikian akan tidak dihargai sebagai baik tetapi suatu strategi yang cocok. Karena di dalamnya berusaha untuk menselaraskan berbagai strategi dan memberikan fasilitas dalam mengimplementasikan beberapa langkah yang cocok daripada persaingan. Perspektif kelembagaan mungkin akan tampak, jika pendikatan strategis yang berupaya mengkombinasikan berbagai bentuk intervensi pembangunan sosial yang telah dibahas di dalam bab sebelumnya.

Memperkenalkan sintesis mengenai strategi yang berbeda, perspektif kelambagaan memerlukan peran aktif pemerintah di dalam mengendalikan dan mengkoordinasi pelaksanaan berbagai strategi tersebut. Pemerintah harus aktif secara langsung dalam proses pembangunan sosial dengan jalan memaksimalkan partisipasi masyarakat, pasar, dan individu-individu. Selain itu, memberikan fasilitas secara langsung pembangunan sosial, pemerintah harus juga mendukung langsung pembangunan sosial melalui berbagai kebijakan dan program di sektor publik.

Perspektif kelembagaan memerlukan pembentukan organisasi resmi yang bertanggung jawab terhadap upaya pembangunan sosial dan juga mensinergikan pelaksanaan berbagai strategi pendekatan yang berbeda tersebut. Keberadaan berbagai organisasi diberbagai tingkatan, tetapi kesemuanya harus kesemuanya dapat dikoordinasikan di tingkat nasional. Berbagai organisasi itu juga memperluas penggunaan tenaga profesional yang terlatih dan terampil dalam mendorong pencapaian tujuan pembangunan sosial.

Perspektif kelembagaan menggambarkan suatu posisi ideologis yang meningkatan perbedaan dan dapat mengakomodasikan keyakinan yang berbeda-beda. Hal itu juga diinspirasi oleh pemikiran teoritis para ahli ilmu sosial yang memperdebatkan mengenai kompromi ”jalan tengah” antara berbagai kutub yang berjauhan di dalam pemikiran politik barat. Pemikiran mereka merupakan hasil dari munculnya suatu konsep pendekatan kemapanan di dalam ilmu sosial seperti Keynesian, Kesejahteraan, dan Kelembagaan. Di dalam bagian akhir ini hal demikian dihubungkan dneengan pemikiran Thorstein Veblen, Rochard Titmuss dan Gunnar Myrdal, yang digunakan di dalam bab sebelumnya yang merupakan gambaran dari upaya melakukan sintesis mengenai pendekatan yang berbeda di dalam pembangunan sosial dan mendorong konsep yang berhubungan dengan pencapaian tujugan pembangunan sosial.



Akar Ideologis Kelembagaan

Perspektif kelembagaan di dasarkan atas suatu posisi ideologis yang berasal dari ideologi besar dalam pemikiran politik Negara Barat. Meskipun atas dasar nilai dari sautu keyakinan tertentu, para pemikir tersebut sangat menghargai posisi keyakinan lainnya dan berusaha untuk mencari kesamaannya. Kedudukan lembaga, akhirnya, diterima bahwa berbagai ideologi sama benarnya, dan kesemuanya dapat disinergikan dan diselaraskan.

Perspektif kelembagaan di dalam pembangunan sosial mempunyai akar di dalam upaya untuk meningkatkan toleransi dan keberadaan berbagai keyakinan tersebut. Di dalam masyarakat Barat modern, pemikiran demikian dapat ditelusuri kembali di jaman kebangkitan ketika para ahli seperti Thomas More dan Desiderius Erasmus yang meletakan prinsip mengenai toleransi keagamaan. Walaupun, seperti misalnya D.J. Manning mengemukakan, bahwa angan-angan More tidak hanya mengakui seseorang untuk memegang dan mengekspresikan keyakinan keagamaanya, tetapi juga mengakui mereka untuk berusaha dan keinginannya dengan jalan melakukan tindakan kedamaian, lemah lembut, diam, bijaksana, tanpa kekerasan dan kemarahan dan tanpa mengancam orang lain.

Pada saat ini, gagasan mengenai toleransi keagamaan merupakan pemikiran politik yang berbeda. Sebagaimana penulis John Milton, John Locke dan Voltaire, dan juga perubahan besar mengenai perang sivil di Inggris, Perancis, dan revolusi Amerika, dan perang Napoleon yang kesemuanya menimbulkan sistem feodal Eropa dan mendorong penghargaan adanya keyakinan politik baru. Selama abad ke-19 gagasan mengenai prulalisme politik mendapat dukungan luas. Walaupun tidak disukai oleh kekuasaan dan tidak sepenuhnya dilaksanakan, pemikiran mengenai rasionalisasi dilandasi keyakinan politik melalui persaingan untuk maju sedikit demi sedikit dapat diterima, dan sekarang ini model tersebut sebagai embrio daari sistem demokrasi politik di jama modern. Ideologi pluralis juga membuka jalan di abad ke-19 dalam memunculkan keyakinan politik yang memandang adanya penerimaan kapitalisme ekstrem dan sosialisme totaliter. Ideologi yang demikian akan dibahas di dalam perspektif kelembagaan.

Usaha untuk dapat menerima “pasar bebas” dan sosialisme revolusioner dapat dimulai ketika kelompok-kelompok sosialis dan gerakan liberalisme dapat merumuskan suatu kompromi antara kedua kutuf ideologis tersebut. Di Inggris, anggota partai liberal progresif seperti Joseph Chamberlain mengkampanyekan adanya sekolah umum gratis, lebih mempermudah Undang-undang Kemiskinan dan meningkatkan hak-hak bagi kaum buruh. Serupa dengan kebijakan tersebut juga dilakukan oleh pemimpin partai progresif dan populis di Amerika Serikat. Di Eropa, banyak ahli sosialis yang dapat menerima konsep pluralisme dan menggunakan dalam proses pemilihan umum untuk digunakan dalam mengontrol kebijakan ekonomi pemerintah. Di Inggris, para Fabian dapat menerima strategi demikian sedikit demi sedikit, diserap serta diyakinkan guna mencapai tujuan sosialisme. Namun, beberapa ahli yang membela dengan melakukan kompromi posisi masih mendapatkan perlawanan dan beberapa di antaranya menjelek-jelekan sebagaimana pengkianat dalam kasus demikian. Lenin memfitnah kelompok Fabian dan di Jerman, Eduard Bernstein mempunyai pemikiran demokratis yang dibela mati-matian oleh Rosa Luxemburg dan pengikut lainnya dari gerakan Marxis yang berusaha menahan dari gerakan revolusi.

Walaupun demikian, atas dasar gerakan liberalisme dan sosialisme, kelompok pendamai menjadi lebih berpengaruh. Liberalisme baru muncul dengan kawasan liberal guna meningkatkan keterlibatan pemerintah di dalam masalah-masalah sosial. Di dalam gerakan sosialisme, sosialisme demokratis berhasil menjelaskan tujuan sosialisme melalui pemilihan umum daripada gerakan revolusioner. Do tahun 1950-an, banyak yang percaya bahwa penggabungan ideologi akan lebih populer. Namun, disamping apa yang ditulis oleh penulis seperti misalnya Daniel Bell (1960) dan Francis Fukuyama (1992) gagasan mengenai kebersamaan ideologis masih menjadi kontroversi. Walaupun demikian, munculnya posisi tengah dengan mengkombinasikan pandangan ideologi kapitalisme dan ideologi sosialis dengan menggunakan kerangka sistem politik pluralis telah nyata dan menginspirasi perspektif kelembagaan pembangunan sosial.



Asal usul Pendekatan Teoritis Kelembagaan

Penggabungan posisi ideologis dari kedua ideologi di dalam pemikiran politik Barat telah memberikan fasilitas terwujudnya teori ilmu sosial yang membentuk posisi kompromis antara pasar bebas di dalam kapitalisme dengan comunisme. Paraahli yang berupaya menggabungkan teori tersebut berada dalam kelompok politik di pusat kajian ideologis, tetapi tulisan-tulisannya melebihi ideologi yang ada dan berupaya menjadi teori yang lebih sempurna dengan sejumlah rumusan kebijakan praktis dan program.

Istilah kelembagaan pada mulanya berkaitan dengan hasil kerja ekonomi Amerika, Thorstein Veblen, yang merupakan salah satu orang yang pertama kali yang disebut dengan ahli ekonomi neo-klasik yang menganggap bahwa pasar hanya bisa berjalan jika ada mekanisme kelembagaan untuk mewujudkan kemakmuran. Veblen menolak pandangan itu dan lebih memperhatikan motivasi sosial yang lebih luas dan menekan masyarakat mengenai tingkah laku ekonominya. Dia menjelaskan bahwa kepentingan ekonomi hanya salah satu faktor dari banyak faktor yang mempengaruhi motivasi manusia. Dia yakin bahwa nilai dan lembaga yang ada di masyarakat sangat penting sebagai penentu dari perilaku ekonomi pasar. Veblen menekankan bahwa lembaga sosial yang lebih luas dibandingkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi yang dianggap lebih sempit yang banyak mempengaruhi penggunaan kelembagaan di dalam menjelaskan pemikirannya.

Veblen menentang adanya pasar bebas, dan yakin bahwa hal ini merupakan kritik terhadap perusahaan besar. Bukunya yang sangat terkenal adalah ”The Theory of the Leisure Class (1899)”, di dalamnya menjelaskan tentang nilai dan gayahidup di dalam masyarakat bisnis, selain itu juga memperkenalkan tindakan bisnis yang konsumtif sangat mencolok mata dan pemilik industri sampai penggunaan bahasa Inggris. Bukunya juga berisi tentang kritiknya terhadap Marx, tetapi tidak sebagaimana Marxis, dia tidak membela dengan tindakan yang revolusioner. Selain itu, Veblen memperkenalkan pendekatan teknokratis yang mana perusahaan dapat rugi jika mengesampingkan kepentingan sosial. Walaupun dia tidak berfikir sejauh kaum Fabian dalam membela ahli ekonomi pemerintah, simpatiknya terhadap teknokrat sangat jelas.

Tulisan Veblen tidak hanya diterima di kalangan akademis di Amerika. Namun, inspirasinya kepada ahli ekonomi muda di seluruh dunia yang kemudian dapat membantu merumuskan kebijakan baru. Di Amerika Serikat, pendekatan kelembagaan sekarang ini dapat dikaitkan dengan John Kenneth Galbraith yang mana mungkin Veblen menjadi pendorong keberhasilannya. Banyak buku yang dihasilkan Galbraith yang merupakan kritik terhadap pasar bebas, menyebar luaskan kekuatan korporasi dan menjelaskan kemiskinan dan kemelaratan terus berlangsung yang sedikit demi sedikit dapat lebih makmur (Galbraith, 1958).

Pendekatan kelembagaan juga telah mempengaruhi pemikiran John Dewey dan Willian James. Dewey dan James telah membela pendekatan filosopis yang dikenal dengan pragmatisme. Pragmatisme menekankan adanya pendekatan empiris ilmiah. Pendekatan demikian didasarkan pada pemikiran bahwa kehidupan manusia tidak diketahui karena sangat pasif dan ditentukan melalui penerimaan informasi, tetapi mereka mengujikan dengan berbagai pengetahuan dari pengalamannya. Pendekatan prakmatis mendorong praktis dan pendekatan lebih fleksibel dengan membandingkan secara tajam dengan pendekatan teori dogmatif yakni liberal pasar bebas dan Marxis. Pendekatan pragmatis menyeru kepada kaum Fabian dan menginspirasi pendekatan empiris. Aliran Fabian dan organisasi sosialis demokratis Eropa lainnya yakin bahwa mendorong sangat kuat kebutuhan akan mengumpulkan data dan data yang nyata untuk mendukung kampanye politiknya.

Pengaruh lainnya munculnya pendekatan kelembagaan adalah teori solidaritas dari ahli sosiologi Francis, Emile Durkheim, yang mengkritik dengan tajam prinsip individualistik di akhir abad ke-19 dan menjelaskan bahwa untuk mengukur solidaritas dengan menggunakan kekuatan perasaan dan ketergantungan. Durkheim yakin bahwa masyarakat modern ditandai dengan adanya kemunduran solidaritas dan memunculkan ketimpangan perasaan dan keterasingan. Dia juga menjelaskan bahwa lembaga sosial yang mendorong integrasi harus didorong. Sebagaimana akan diungkapkan, pemikiran ini adalah merupakan pernyataan ulang yang telah disampaikan oleh penulis R.H. Tawney dan Richard Titmuss, yang merupakan pencetus dari pendekatan kelembagaan.

Pemikiran Veblen sesungguhnya serupa dengan yang ditulis oleh John Maynard Keynes yang dia tidak, hanya terkenal sebagai ahli kelembagaan, tetapi dia juga terkenal sekarang ini dengan penjelasan mengenai teorinya dan para pengikutnya. Tidak sama dengan Veblen, Keynes kurang perhatian terhadap kritikan tentang kapitalisme yang dimodernisasi dengan sistem kapitalisme. Namun, Keynes mendapat tantangan dari kaum ortodhok dari ekonomi pasar bebas, menentang pemikiran mengenai ekonomi yang memerlukan peraturan tersendiri. Dia menjelaskan bahwa pemerintah harus melakukan intervensi untuk mengendalikan permintaaan dan dengan demikian harus menjaga pekerja di level atas dan pendapatannya. Keynes tidak yakin bahwa negara akan menasionalisasi ekonominya atau memperkenalkan perencanaan perekonomian terpusat sebagaimana Uni=Sovyet. Namum, jalan tengah yang disebut dengan perencanaan langsung melalui pengendalian keuangan dan fiskal juga menjadi program yang bijaksana bagi masyarakat luas.

Walaupun tulisan Keynes mempengaruhi terbentuknya negara sejahtera, munculnya faham kesejahteraan pada umumnya dipengaruhi oleh pemikiran William Beveridge yang bertanggung jawb terhadap rencana dalam memperkenalkan secara lengkap mengenai pelayanan sosial di Inggris seteleh perang dunia kedua. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, saran dari Beveridge pada umumnya dapat diterima setelah perang dan menghasilkan bentuk penanganan kesehatan yang lebih lengkap, jamainan sosial, pendidikan dan program perumahan.

Keduanya baik Keynes dan Beveridge merupakan anggota dari partai Liberal Inggris, dan keduanya dipengaruhi oleh pemikiran Leonard Hobhouse yang telah dikemukakan dalam bahasan sebelumnya, dengan penggunaan terminologi atau konsep pembangunan sosial dimaksudkan untuk digunakan di dalam proses perencanaan mengenai perubahan sosial. Hobhouse (1911) posisinya sebagai pemikir dari Liberal baru pada umumnya menghargai dari pernyataan pendekatan yang demikian. Ketika keduanya yakin bahwa pemerintah akan dapat memainkan peranan penting dalam mengendalikan ekonomi dan membuat pelayanan sosial untuk menjamin kesejahteraan sosial minimal sesuai standart, selain itu mereka juga yakin bahwa negara akan mengambil kendali penuh terhadap ekonomi atau intervensi negara akan menggantikan kapitalisme. Kedua pemikir mengakui individualistis daripada kolektivis.



BACA SELENGKAPNYA KLIK Materi T & Strat Pembangunan Sosial