001

Pengantar Pembangunan Sosial


Pengantar Pembangunan Sosial
I. Pendahuluan
          Tulisan ini membahas tentang suatu pendekatan alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan manusia yang dikenal dengan istilah Pembangunan Sosial.  Pembangunan Sosial ciri utamanya adalah berusaha untuk menyelaraskan antara kebijakan sosial dengan tujuan peningkatan pembangunan ekonomi. Ketika pendekatan kelembagaan lain untuk meningkatkan kesejahteraan sosial berupa lembaga amal dan lembaga belas kasihan bermunculan, pekerjaan sosial dan administrasi pekerjaan sosial bersentuhan dan  bersinggungan dengan pembangunan ekonomi ternyata keduanya tidak mengalami perubahan. Oleh karena itu, tujuan pembangunan sosial adalah menyelaraskan tujuan pembangunan ekonomi dan sosial secara luas yang merupakan proses pembangunan secara keseluruhan. Hal demikian itulah yang ditekankan di dalam pembangunan, menyangkut berbagai hal dan fokusnya makro, yang menjadikan ciri pembangunan sosial dengan pendekatan pembangunan yang lain dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial.
Pembangunan sosial lebih mementingkan pendekatan kelembagaan dan residual yang sebelumnya didominasi oleh pemikiran kesejahteraan  masa lalu. Ketika ahli dan penganut pendekatan residual dan kelembagaan menyarankan bahwa sumberdaya masyarakat sangat terbatas bila dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat, maka pendekatan kelembagaan dan residual justru telah  dilaksanakan secara luas di seluruh Negara dalam semua aspek kesejahteraan. Meskipun dua pendekatan tersebut ada perbedaan dalam merumuskan  kebijakan dalam mengalokasikan berbagai sumberdaya untuk kesejahteraan sosial, tetapi keduanya membuat intervensi sosial sebagai bagian dari pembangunan ekonomi. Keduanya secara umum tergantung pada persoalan ekonomi khususnya untuk pendanaan. Tidak satupun di antara keduanya menekankan sumberdaya yang ada untuk kesejahteraan sosial yang bisa mengatasi masalah keuangan yang terjadi sewaktu terjadi krisis ekonomi, sehingga di masyarakat terjadi keragu-raguan, ketidakpastian, dan tidak harmonisnya antara kebijakan  sosial dengan kebijakan di bidang ekonomi.
          Pendekatan pembangunan sosial lebih penting dari perdebatan para ahli di dalam menyikapi perbedaan pendekatan kelembagaan dan residual  dengan jalan menghubungkan  secara langsung program kesejahteraan sosial dan program kebijakan pembangunan ekonomi. Hal demikian telah diujicobakan secara besar-besaran di Negara berkembang yang biasa disebut dengan Negara dunia ketiga, yang di Negara tersebut kedua kebijakan belum bisa berjalan sebagaimana mestinya, yang terpenting adalah penyelarasan antara kebijakan sosial dengan kebijakan ekonomi. Meskipun pendekatan pembangunan sosial cocok bagi semua masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan pembangunan ekonomi, penekanannya adalah pada pemenuhan kebutuhan seluas mungkin dan komitmen pada pembangunan ekonomi yang ditekankan pada pentingnya intervensi sosial yang cocok dengan tujuan pembangunan. Hal ini akan dibahas dalam bab terakhir dalam tulisan ini. Keserasian antara pembangunan ekonomi dan sosial akan digambarkan dengan cara berbeda. Gambaran pada abad XX sangatlah jelas yang memerlukan pendekatan baru untuk meningkatkan kesejahteraan sosial sebagaimana tercermin di dalam tujuan pembangunan sosial. Kondisi kesejahteraan sosial secara utuh sebagimana dikonsepsikan pada masa lalu mendapat kritikan sangat luas, terutama dalam melihat kenyataan yang masa itu terjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan, pengangguran struktural, dan berbagai kemunduran ekonomi lainnya. Sesuai dengan kenyataan yang diuraikan seperti di atas para penganut kebijakan social minimalis dari kaum radikal, melihat bahwa dengan mengurangi cadangan umum dalam suatu Negara selama tahun 1980-an tidak hanya membuat lebih buruk mengenai kebutuhan social, tetapi juga banyak masyarakat menjadi lebih bingung dan menderita.
Berdasarkan hasil survey tentang pendapat masyarakat mengenai kenyataan pembangunan ekonomi banyak yang memberikan tanggapan bahwa intervensi social yang dilakukan oleh  Negara tentang program-program social sudah masuk akal dan logis, merata, dan sesuai dengan kenyataan. Namun, jika sewaktu-waktu terjadi krisis ekonomi yang meluas di seluruh dunia, program kesejahteraan social sesuai dengan pembangunan ekonomi di dalam mengatasi masalah yang muncul secara luas. Di dalam hal ini pembangunan social mengupayakan suatu pendekatan tidak hanya dengan kesadaran mengenai kenyataan ekonomi secara luas, tetapi juga secara terus-menerus meningkatkan pembangunan. Hal itulah yang menjadi sasaran utama pembangunan social dan langkah intervensi social akan menyelaraskan dengan tujuan pembangunan yang dicita-citakan.

1.1 Pembangunan dan Distorsi Pembangunan
          Istilah pembangunan digunakan secara luas sekarang ini. Sebagian besar orang mengkonotasikan bahwa pembangunan merupakan suatu proses perubahan ekonomi yang ditandai dengan adanya industrialisasi. Istilah pembangunan juga bisa berarti suatu proses perubahan sosial yang menghasilkan urbanisasi, peniruan gaya hidup modern/barat, dan sikap hidup yang baru. Selain itu pembangunan juga berkonotasi dengan kesejahteraan yang maksudnya adalah bahwa pembangunan bisa mempertinggi tingkat pendapatan masyarakat, meningkatkan pendidikan masyarakat, perbaikan kondisi rumah, dan keadaan kesehatan masyarakat. Meskipun pembangunan mempunyai banyak konotasi yang berbeda-beda, tetapi konsep pembangunan secara umum masih berhubungan dengan perubahan ekonomi. Banyak orang memaknai pembangunan sebagai perkembangan atau pertumbuhan ekonomi. Resep pembangunan ekonomi yang diadopsi sepanjang abad lalu telah menghasilkan suatu pertumbuhan ekonomi atau perubahan sosial yang luar biasa. Karena Negara-negara barat dan Negara berkembang di dunia ketiga telah mengalami perubahan yang luar biasa. Ada sesuatu yang berbeda secara signifikan yang berkaitan dengan keberhasilan di bidang pembangunan ekonomi tersebut di Negara barat dan berkembang yang belum pernah terjadi diabad sebelumnya. Hal ini dikarenakan di seluruh dunia sebelum abad XX kemampuan ekonominya hanya berkembang sekedarnya. Setelah perang dunia banyak Negara di dunia melakukan pembangunan ekonomi, dan tidak ada satu Negara di dunia yang mengukur kemampuan negaranya selain menggunakan indikator perekonomian, terutama pertumbuhan ekonomi dari Negara yang bersangkutan.
          Tingkat kesejahteraan sosial juga berkembang secara signifikan sehubungan dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi di akhir abad XIX, pada tahun 1980-an banyak Negara yang pendapatan perkapitanya lebih tinggi dari sebelumnya, standart hidupnya meningkat, usia harapan hidupnya lebih panjang, hidup lebih sehat, lebih baik tingkat pendidikannya, memiliki akses kesehatan, dan penanganan sosial dibandingkan dengan beberapa ratus tahun yang lalu. Laporan resmi yang dipublikasikan oleh PBB dan Bank Dunia mengungkapkan bahwa hubungan yang signifikan terjadi antara peningkatan kondisi sosial yang terjadi di Negara maju dengan Negara dunia ketiga. Meskipun demikian, terjadi perampasan hak di Negara dunia maju atas Negara dunia ketiga, tetapi harapan hidup masyarakat di Negara dunia ketiga menjadi lebih panjang, tingkat pendidikan lebih tinggi, mendapatkan akses kesehatan, sanitasi lingkungan terpenuhi, dan penyediaan air bersih cukup serta berbagai program penanangan sosial lainnya menjadi meluas.
          Kritik membangun yang bersifat fesimistis bermunculan misalnya hubungan pembangunan ekonomi tidak diikuti secara serasi dengan perkembangan sosial. Karena di banyak Negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin kemiskinan masih melanda warga masyarakatnya. Kondisi perumahan di kota di banyak Negara dunia ketiga menyedihkan, kematian karena kelaparan melanda jutaan orang yang tinggal di pedesaan, anak-anak jalanan tanpa tempat tinggal, remaja meninggal karena hamil muda, banyak eksploitasi pekerja anak dan remaja. Hal demikian itu juga menjadi catatan penting di Negara Industri karena di Negara tersebut terjadi orang tuna wisma, kerusakan lingkuan kota, timbul berbagai penyakit endemik. Kesemuanya itu menjadi keyakinan bahwa dari hasil pembangunan yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial di akhir abad lalu, dan hal ini menjadi catatan penting dari perubahan besar setelah terjadinya perang dunia kedua dan kepemimpinan yang diktator yang pada masa tersebut terjadi kematian berjuta orang. Selain itu di Negara maju juga terjadi pula pemusnahan kelompok masyarakat tertentu, kebencian rasial dan suku secara brutal, kejahatan kemanusiaan yang menindas wanita dan anak-anak terjadi di mana-mana.
          Pembangunan yang selama ini telah berlangsung memang telah berhasil meningkatkan kehidupan ekonomi dan sosial pada akhir abad lalu, tetapi perkembangan ekonomi dan sosial di awal abad XX kenyataan di atas mulai ada penyimpangannya. Tambahan pula banyak kejadian setelah perang dunia kedua, sesungguhnya pembangunan berjalan lambat dan banyak kejadian menunjukkan bahwa terjadi kebalikannya. Laporan resmi menunjukkan bahwa banyak kejadian kemiskinan bertambah banyak di dunia ketiga, khususnya di Afrika, Amerika Latin, selama tahun 1980-an. Di Negara industri seperti Inggris dan Amerika Serikat banyak penelitian menunjukkan bahwa proporsi orang yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah secara signifikan selama akhir dekade ini. Data kemiskinan yang terjadi di tengah-tengah kemakmuran kedua Negara merupakan salah satu masalah besar di dalam isu pembangunan ssekarang ini. Di banyak bagaian dunia pembangunan ekonomi tidak selalu diikuti dengan derajat perkembangan di bidang sosial. Kenyataan semacam itu sering disebut dengan distrosi pembangunan. Hambantan pembangunan (distorsi pembangunan) bisa muncul di masyarakat yang sedang melaksanakan pembangunan ekonomi tidak diikuti seiring dengan kemajuan pembangunan social. Di dalam suatu Negara masalah demikian tidak bias hilang begitu saja melalui pembangunan ekonomi, tetapi lebih merupakan kegagalan menyelaraskan tujuan pembangunan ekonomi dengan tujuan pembangunan social dan tidak bias menjamin keberhasilan ekonomi yang dicapai sampai ke seluruh masyarakat.
          Meskipun pembangunan ekonomi berlangsung pada derajad yang tinggi, kondisi mengenai hambatan (distrosi) pembangunan berlangsung dan tidak bias diterima di Negara industri seperti Inggris dan amerika Serikat. Di kedua Negara tersebut pembangunan ekonomi gagal menghilangkan kemiskinan dan gagal meningkatkan kesejahteraan social di semua lapisan masyarakat. Hal ini bukan berarti tidak ada suatu perkembangan kesejahteraan social di kedua Negara tersebut. Tentu saja pembangunan ekonomi di kedua Negara itu jelas mengalamai perkembangan dalam meningkatkan standart kehidupan masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat. Persoalannya adalah sebagian masyarakatnya mengalami kegagalan secara signifikan dari suatu pertumbuhan ekonomi yang luar biasa itu. Di kedua Negara di atas masalah yang dihadapi adalah kerusakan lingkungan kota dan pedesaan sangat mencolok. Kerusakan lingkungan kota bukan hanya berupa kerusakan lingkungan fisik saja, tetapi juga kerusakan lingkungan social seperti kemiskinan, pengangguran, kejahatan, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, penyalah gunaan obat, perampasan hak-hak social masyarkat terjadi di mana-mana.
          Masalah hambatan (distorsi) pembangunan di Negara industri sebagai wujudnya adalah wilayah Negara bagian Misissipi Amerika Serikat yang tingkat kemiskinannya tertinggi di Negara tersebut, tingkat kematian bayinya lebih tinggi dibandingkan dengan Negara dunia ketiga. Jadi wilayah ini bukan menunjukkan tidak adanya pembangunan ekonomi, justru wilayah tersebut menjadi lalu lintas perdagangan minyak yang melalui sungai Missisipi dari Baton menuju Ner Orleans. Tambahan lagi, alat pembersih tumpahan minyak tidak memadai dari perusahaan multinational lainnya menambah limbah lingkungan di wilayah itu karena ada perusahaan pupuk, kimia, dan produk serupa lainnya. Di wilayah tersebut juga terdapat sejumlah kota besar yang menjadi pusat transportasi, perdagangan, bisnis, wisata, kantor perusahaan. Di sana juga ada wilayah pertanian yang cukup luas yang menggunakan teknologi pertanian yang sudah modern bias menghasilkan beras, katon, kecap, gula, sayuran, dan banyak lagi hasil pertanian lainnya untuk komoditi eksport. Ada juga wilayah pelabuhan yang kaya akan hasil laut dan mempunyai kesempatan yang baik untuk pertanian modern. Barangkali bias dikatakan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah kemiskinan dan  menumpuknya masalah social lainnya. Berjalan berdampingan antara pembangunan ekonomi dan kondisi social di wilayah itu menjadi contoh klasik dari distorsi pembangunan yang berlangsung.
Hambatan (distorsi) pembangunan terjadi di banyak Negara di dunia ketiga, seperti diuraikan di depan sesungguhnya hanya beberapa Negara sedang berkembang mempunyai pengalaman mengatasi masalah distorsi pembanguna sejak setelah perang dunia kedua. Meskipun demikian di banyak Negara proses pembangunan mengalami hambatan (distorsi) yang serius. Barangkali bias menjadi contoh tidak harmonisnya antara tujuan pembangunan ekonomi dengan tujuan pembangunan social juga dapat ditemukan di Amerika Latin yang pertumbuhan ekonomi sangat bagus, tetapi kemiskinan dan perampasan hak-hak social sering terjadi di sana. Selain itu di Amerika Latin juga terjadi ketimpangan distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat, kekayaan dan kemiskinan berjalan berdampingan, investasi di dalam dunia pendidikan dan pelayanan social masyarakat sangat rendah, tingkat pertumbuhan pengangguran sangat tinggi dan sangan mengkawatirkan bagai ‘bom waktu’.
Serupa dengan apa yang terjadi di Amerika Latin distorsi pembangunan juga terjadi di Afrika dan Negara Asia, khususnya di kedua wilayah tersebut kemajuan ekonomi berkat adanya eksploitasi sumber daya alam. Di Namibia misalnya pembangunan Negara itu  dengan menggali kekayaan alam di dalam tanah (mineral) yang bias meningkatkan standart hidup segelintir orang kulit putih, tetapi sebagian besar masyarakat Negara itu dalam kondisi kemiskinan yang nyata. Demikian juga hal itu terjadi di Negara Gabon yang terkenal dengan istilah Emir Afrika itu mempunyai sumber daya minyak yang sangat banyak. Gabon menjadi Negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di benua Afrika, tetapi 70  persen rumah di ibukota Negara itu tidak tersedia air bersih yang mencukupi dan proporsi anak yang masuk sekolah dasar lebih rendah dibandingkan dengan Negara miskin lainnya di benua Afrika.
Distorsi pembangunan tidak hanya ditunjukkan dalam bentuk kemiskinan, perampasan hak rakyat, tingkat kesehatan yang rendah, tidak tersedia rumah, tetapi juga rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Di banyak masyarakat, suku dan ras yang minoritas didiskrinasikan dengan jalan membatasi kesempatan berusaha sehingga sulit meningkatkan standart kehidupannya. Kelompok kecil dan pribumi seringkali merupakan bagian masyarakat yang tidak beruntung. Berada di wilayah pedalaman, diasingkan di dalam suatu wilayah buangan yang hanya sedikit kesempatan untuk berkembang, kelompok-kelompok yang demikian  dalam kondisi kemiskinan dan dirampas hak-hak sosialnya dengan jalan rasialisasi, diskriminasi, dan seringkali mendapatkan posisi social yang sangat rendah di dalam masyarakat.
Contoh lain distorsi pembangunan adalah kekerasan terhadap wanita, dan pembatasan hak azasi wanita yang mengurung jutaan wanita di seluruh dunia. Meskipun wanita menyokong sebagian besar pembangunan ekonomi, tetapi perempuan sering tidak mendapatkan bagian sesuai kontribusinya. Tenaga kerja juga terjadi ketidak adilan di pedesaan, di sector informal meskipun terjadi perkembangan di sector industri, penghasilan mereka lebih rendah daripada kaum pria. Statusnya di pinggiran dan banyak lagi kondisi ketidakadilan dan ketergantungan mereka. Berkaitan dengan distrosi pembangunan di banyak Negara di dunia posisi anak-anak yang tidak beruntung karena mereka bekerja dan dieksploitasi untuk membantu perekonomian keluarganya. Mereka tidak mendapatkan kesempatan pendidikan yang memadai, tidak terjamin kesehatannya dan tidak terjamin masa depannya karena kemiskinan dan hak-hak mereka tercabut sebagai generasi masa dating.
Serupa dengan hal di atas penghinaan dan kekerasan secara militer juga terjadi. Meskipun mempunyai hutang yang sangat banyak, banyak Negara meneruskan kebijakan secara militer baik secara halus maupun dengan menggunakan senjata. Kejadian semacam itu bukan hanya membunuh generasi mendatang tetapi juga mengkorupsi dan menghilangkan sumberdaya proyek-proyek sebagai upaya yang dapat merongrong dan mengagalkan pembangunan ekonomi dan social. Ketika ekspansi militer dilakukan, investasi di sector perusahaan dan industri, pendidikan, dan berbagai bentuk lain dari peningkatan sumberdaya manusia terhenti, yang kemudian membuahkan kemiskinan dan kesengsaraan.
Keadaan masyarakat dengan distorsi pembangunan barangkali bias berbeda jika seandianya di dalam masyarakat itu terjadi keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan social. Negara-negara Eropa seperti misalnya Austria, Swedia, dan Swiss merupakan Negara yang mempunyai tingkat pendapatan per kapita sangat tinggi sekarang ini karena Negara-negara itu mempunyai kemampuan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan upaya untuk terus menerus melaksanakan pembangunan social. Di sana ditanamkan sangat besar investasi  terhadap sumberdaya manusia  dan modal social, ada pendidikan yang menghasilan sumberdaya sangat tinggi kualitasnya, perluasan program kesehatan dan pelayanan social dan sangat efektif pelayanan jaminan social. Akhirnya, di ketiga Negara tersebut sedikit orang mengalami kemiskinan dan ada penghargaan hak asasi manusia, yang ditandai dengan sedikitnya kejahatan dan kekerasan di masyarkat. Masalah distorsi pembangunan yang demikian dapat diminimalisasikan di Negara berkembang seperti
Costa Rika, Singapore, Taiwan yang melakukan upaya secara sistematik untuk menjadi berlangsungnya pembangunan ekonomi yang diselaraskan dengan peningkatan tujuan pembangunan social. Meskipun di Negara berkembang yang disebutkan di atas tidak menerapkan pembangunan ekonomi secara muluk-muluk, tetapi di Negara yang bersangkutan selalu berupaya menjamin bahwa pembangunan ekonomi harus bejalan beriringan dengan komitmen yang tinggi dengan pembangunan social.
Walaupun, ketiga Negara berkembang yang diseubutkan di atas merupakan Negara kecil dan merupakan Negara dunia ketiga, tetapi masalah distorsi pembangunan tersebar luas di seluruh dunia ketiga. Distorsi pembangunan merupakan masalah yang serius di Negara-negara Industri Eropa dan Uni Sovyet. Untuk memahami distorsi pembangunan di Negara-negara tersebut dan di banyak masyarakat lainnya, pengukuran diperlukan untuk melihat peningkatan pembangunan ekonomi dan dalam waktu yang bersamaan untuk menjamin bahwa pembangunan social telah dilakukan dengan prioritas yang besar. Akhirnya kesemuanya itu dibutuhkan pemahaman yang seksama perbedaan antara pembangunan ekonomi dan tujuan pembangunan social agar menjadi suatu proses yang dinamis dan dapat dipahamai dan disadari semua pihak.

1.2 Perlunya Pembangunan Sosial
          Dengan menitik beratkan masalah yang muncul dari adanya distorsi pembangunan maka diperlukan perhatian yang seksama. Sikap yang mementingkan kepentingan politik belaka di tahuan 1980-an yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan social, tidak bertanggung jawa, terlalu besarnya pengaruh pemerintah dan berbagai interpretasi miring lainnya harusnya mulai sekarang mulai berkurang. Ketika banyak orang percaya pada decade lalu bahwa kebangkinan kekuatan pasar bias mengatasi masalah social, karena kepercayaan yang besar itu berasal dari solusi yang ditawarkan system kapitalisme mulai mengalami kemunduran. Sekarang saatnya  menyadari bahwa  kesempatan telah datang untuk melakukan persetujuan bersama antara pemerintah, masyarakat dan perseorangan di seluruh dunia bahwa kebutuhan sosia dapat dicapai dengan arti melakukan kebijakan berhasil guna dan berbagai program yang langsung tertuju pada isu kesejahteraan social.
Penerimaan gagasan yang demikian itu disebut dengan pembangunan bekelanjutan yang telah dipublikasikan di awal tahun 1990-an yang merupakan laporan tahunan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yang merupakan indikasi dari perhatian internasional mengenai kesejahteraan social. Di Amerika Serikat sendiri upaya untuk mengatasi masalah social seperti di wilayah Mississipi terus dikombinasikan antara pembangunan ekonomi dengan program-program social yang mengindikasikan pelaksanaan atas pengakuan dari laporan PBB tersebut. Berdasarkan keputusan konferensi tingkat tinggi PBB tentang Pembangunan Sosial pada tahun 1995 banyak Negara berjanji akan merencanakan dan melaksanan keputusan PBB itu. Pada kesempatan tersebut diungkapkan bahwa setelah masa suram itu, kesejahteraan social kembali menjadi isu penting di berbagai seminar internasional. Dengan disponsori Negara-negara maju prospek pembaharuan tentang pendekatan pembangunan social lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.
          Seperti dalam uraian sebelumnya, pembangunan social merupakan suatu pendekatan untuk mempertinggi kesejahteraan social yang cocok karena tidak hanya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tetapi juga mengkritisi masalah distorsi pembangunan ekonomi. Kondisi yang bersamaan antara kekayaaan dengan serba kkekurangan merupakan cirri di banyak Negara sekarang ini yang akan bias dikurangi dengan menyelaraskan antara pembanguan ekonomi dan tujuan pembangunan social. Bertambahnya jumlah kemiskinan yang terus berlangsung tidak bias diterima oleh Negara maju, oleh karena itu mereka mengupayakan dan mengkombinasikan secara terus menerus antara ukuran pembangunan ekonomi dengan ukuran pembangunan social. Serupa dengan hal itu meluasnya kemiskinan yang berdampingan dengan perkembangan dunia ketiga tidak bias dikurangi dengan hanya mengandalkan solusi ekonomi tanpa melihat kondisi social yang sebenarnya.
          Pembangunan social berupaya melakukan pendekatan utuh (macro perspektif) yang memfokuskan pada masyarakat, terutama pada perencanaan intervensi dengan suatu pendekatan perubahan yang dinamis terencana, umum, yang kesemuanya itu menuju keselarasan antara intervensi social dengan upaya pembangunan ekonomi. Pendekatan pembangunan social merupakan suatu pendakatan yang unik yang mengintegrasikan tujuan ekonomi dan social. Hal-hal demikian tidak disadari yang pembangunan ekonomi hanya ingin mencapai taraf kehidupan yang lebih tinggi, tetapi sesungguhnya akan mengabaikan tujuan pembangunan social. Itulah sebabnya pembangunan social dirumuskan kembali di dalam kesempatan ini yang merupakan proses peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan proses pembangunan yang dinamis.
          Munculnya pembangunan social yang merupakan suatu pendekatan dalam meningkatkan kesejahteraan social, yang hal itu dikaitkan dengan pembangunan ekonomi, kemungkinan hal itu telah dilakukan oleh Negara Inggris pada masa colonial baik di Afrika dan Negara lainnya di tahun 1940-an – 1950-an yang sekarang juga masih dilakukan di banyak Negara lainnya. Setelah PBB mengakui tentang pembangunan social yang merupakan suatu pendekatan di tahun 1960-an, ide pembangunan social sesungguhnya mulai meluas ke seluruhdunian. Berbagai kelompok kecil yang diprakarsai pekerja social di Amerika Serikat, pendekatan pembangunan social telah diperkenalkan ke Negara industri.
 Meskipun perspektif pembangunan social tidak begitu popular di Negara industri maju sekarang. Namun konsep pembangunan social setiidaknya telah diterima di kalangan akdemis. Tambahan lagi, bidang  pembangunan social masih dalan kerangka teoritis dan belum berkembang sehingga kala itu masih membingungkan apa yang dimaksud dengan pembangunan social serta untuk apa dirumuskan. Meskipun definisi masih dirasa sangat kurang, namun sejumlah artikel dibahas tentang pembangunan social yang serba sedikit. Di dalam bukunya Jones dan Pandey 1981 disebutkan bahwa tidak ada suatu buku pun yang membahas pembungan social secara lengkap.
Masalah muncuk ketika menggabungkan berbagai hal tentang suatu pendekatan pembangunan social. Beberapa konsep pendekatan mengenai pembangunan social mulai dirumuskan, tetapi tidak seroangpun menerima konsep itu. Hal ini berkaitan ddengan tidak adanya upaya yang dilakukan untuk menganalisis dan menyusun sistematika mengenai pembangunan social kala itu dan hanya sekedar menjadi ucapan belaka, sehingga pembangunan social menjadi tidak jelas dan tidak diperlukan.
           

II. Definisi Pembangunan Sosial
Suatu yang sangat penting untuk menanggapi masalah distorsi pembangunan seperti yang telah diuraikan di dalam bab pendahuluan. Dengan memperhatikan keselarasan kebijakan sosial dengan mengukur rencana pembangunan ekonomi, pembangunan sosial menawarkan langkah yang unik untuk mengatasi masalah distorsi pembangunan. Pembangunan sosial juga menawarkan upaya makro yang luas mengenai kesejahteraan sosial, menerapkan di dalam berbagai strategi guna mempertinggi tingkat kehidupan seluruh masyarakat. Dengan demikian pembangunan sosial mengemukakan pendekatan lengkap dan dinamis untuk meningkatkan kesejahteraan sosial sekarang ini.
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai berbagai konsep tentang pembangunan sosial. Selain itu juga berusaha mencari definisi pembangunan sosial secara resmi dan penjelasan dari beberapa karakteristiknya. Di sini juga diuraikan lebih mendalam tentang pembangunan sosial, setelah itu berbagai ciri pembangunan sosial akan diuraikan dan akan dijelaskan di bagian terakhir.
Dalam bagian ini dimulai dengan menghubungkan antara konsep pembangunan sosial dengan konsep kesejahteraan sosial dan juga dianalisis perbedaan pendekatan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial. Di sini akan dijelaskan juga termasuk philantropi, pekerjaan sosial, dan administrasi sosial. Pembangunan sosial dapat didefinisikan sebagai pendekatan kesejahteraan sosial yang mengemukakan suatu langkah efektif dalam mengatasi masalah sosial saat ini. Dengan menjelaskan perbedaan antara pembangunan sosial dengan pendekatan lainnya, pembangunan sosial yang merupakan alternatif unik tentang pendekatan yang lebih jelas tentang pembangunan.
Selain itu dalam bab ini juga dirumuskan mengenai definisi resmi pembangunan sosial yang merupakan kerangka bahasan dalam bab ini. Definisi ini diilhami oleh suatu pandangan bahwa sekarang ini adanya pemikiran mengenai ekonomi modern yang menggabungkan berbagai perspektif disiplin ilmu pengetahuan sosial terbaru dan masalah ekonomi untuk menghadapi isu ideologis sekarang ini.
Akhirnya bab ini akan menjelaskan lebih mendalam tentang definisi lainnya mengenai pembangunan sosial yang telah dirumuskan di berbagai bidang ilmu di masa lalu. Kesemuanya akan dibahas sehingga menjadi kajian di dalam perspektif pembangunan sosial. Sebagaimana dijelaskan di depan istilah pembangunan sosial telah dirumuskan di dalam bidang yang berbeda-beda seperti di dalam ilmu psikologi, sosiologi, pekerjaan sosial, dan studi  pembangunan. Walaupun demikian masing-masing bidang ilmu memandang pembangunan berbeda-beda, dan masing-masing memberikan kontribusi di dalam perumusan perspektif pembangunan sosial.

2.2 Konsep Kesejahteraan Sosial
          Pembangunan sosial dipandang sebagai suatu pendekatan yang berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Bersama dengan pendekatan lainnya seperti philantropi sosial, pekerjaan sosial, dan administrasi sosial atau pengelolaan sosial. Kesemuanya itu telah melembaga yang merupakan suatu pendekatan dalam kesejahteraan sosial. Sebelum membahas mengenai perbedaan pendekatan-pendekatan di atas, makna dari kata kesejahteraan sosial perlu dibahas terlebih dahulu. Gagasan tentang kesejahteraan sosial merupakan konsep sentral dari pembangunan sosial, dan akan selalu menjadi bahasan pokok selanjutnya.
          Istilah kesejahteraan sosial sekarang ini banyak menyimpang terlalu jauh. Meskipun arti aslinya adalah suatu kemuliaan, menunjukkan suatu keadaan sosial yang luas, kesenangan dan kecukupan, kebanyakan sekarang ini makna kesejahteraan sosial lebih kepada belas kasihan, dan di Amerika Serikat, kesejahteraan sosial berarti pemberian bantuan kepada keluarga miskin dan anak-anaknya. Di sana kesejahteraan sosial lebih bermakna menjadi kesalahan atau pengkianatan. Jika seorang wanita mencari kesejahteraan dikenal dengan kesejahteraan ibu, yang mereka seringkali dikatakan sebagai orang malas, tidak mau mencari pekerjaan, dan hanya mengandalkan pelayanan pemerintah. Hal ini merupakan kebalikan dari apa yang dikemukakan pendahulu (pahlawan) di Amerika penggunaan istilah kesejahteraan sosial berkonotasi dengan keadaan kesejahteraan ekonomi, kesejahteraan sosial dan kesejahteraan politik seluruh bangsa.
          Makna kesejahteraan dalam pembahasan ini diambil dari konotasi yang lebih luas mengenai konsep kesejahteraan sosial. Yang digunakan di dalam bahasan sekarang ini adalah kesejahteraan sosial yang merupakan kondisi sosial, yang bukan bermakna amal yang diberikan kepada individu atau kelompok oleh pemerintah maupun lembaga kesejahteraan sosial.
          Sangat sulit untuk merumuskan definisi kesejahteraan sosial secara tepat. Konsep kesejahteraan sosial selalu mengandung aspek subyektif dan positif karena dapat didefinisikan secara deskriptif, kualitatif atau juga dengan menggunakan ukuran empiris. Meskipun tidak ada kesepakan tentang kondisi khusus mengenai kesejahteraan sosial, barangkali sumbangan yang diberikan ilmuwan sosial adalah mengukur kuantitatif mengenai unsur-unsur kesejahteraan sosial.
          Ilmuwan sosial yang memandang untuk mengembangkan pengukuran kuantitatif dari kesejahteraan sosial biasanya menggunakan berbagai teknik untuk sampai pada konsep yang bisa dipertahankan. Salah satu tekniknya adalah membandingkan indikator dan statistik yang bisa digunakan untuk mengukur kondisi sosial. Statistik yang berkenaan dengan hal itu disebut dengan indikator karena dapat memberikan indikasi atau gambaran mengenai kondisi sosial di masyarakat yang berbeda. Sebagai contohnya adalah tingkat pengangguran, tingkat kematian bayi, tingkat kejahatan, tingkat buta huruf, rendah umur harapan hidup, persentase lulusan sekolah, kemiskinan, dan kondisi sosial lainnya. Tingginya angka kejahatan, pengangguran, kemiskinan, dan masalah serupa merupakan pertanda dari rendahnya derajat kesejahteraan sosial. Sebaliknya jika di dalam masyarakat sedikit pengangguran, sedikit kemiskinan, sedikit kejahatan, tinggi harapan hidupnya, dan tinggi kemelekhurufannya  dapat dikatakan sebagai suatu kondisi yang tinggi derajad kesejahteraan sosialnya.
          Teknik yang lain adalah dengan mengkombinasikan berbagai indikator itu ke dalam satu indikator kesejahteraan sosial. Sebagaimana Nancy Baster (1972) mengatakan bahwa ide tentang perumusan indikator kesejahteraan sosial itu dikembangkan oleh lembaga penelitian PBB di Geneva pada tahun 1960-an yang kala itu ilmuwan sosial merumuskan definisi kesejahteraan sosial adalah standart hidup suatu masyarakat. Selanjutnya berbagai indikator kesejahteraan sosial itu disebut dengan PQLI (Psysical Quality of Life Index) oleh D. M. Morris (1979), atau indek perkembangan sosial (Index Social Progress, Richard Estes 1985), dan yang terakhir indikator pembangunan manusia (Human Development Indicator) yang dikembangkan oleh UNDP (United Nations Development Programme 1990) yang hanya sedikit menggunakan komponen indikator kesejahteraan sosial.
          Tambahan lagi beberapa ilmuwan melakukan penelitian untuk menanyakan kepada masyarakat tentang keingintahuan dan kepedulian sosial serta persepsinya mengenai kesejahteraan sosial. Temuan dari penelitian tersebut dibandingkan dengan penelitian serupa yang dilakukan di masyarakat, wilayah, dan negara yang berbeda untuk memandang secara perasaan subyektif mengenai kesejahteraan sosial. Melalui  cara demikian sangat mungkin ditemukan situasi sosial yang bisa dihubungkan dengan persepsi positif mengenai kesejahteraan sosial atau bukan. 

2.2 Definisi Kesejahteraan Sosial
          Dalam hal ini sangat mungkin membuat definisi dan konsep kesejahteraan sosial dan berbagai definisi yang bermacam itu telah dirumuskan di masa lalu. Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan kondisi kesejahteraan sosial adalah menyusun dan membandingkan tiga unsur. Unsur pertama adalah seberapa besar masalah sosial dapat diatasi, kedua seberapa luas kebutuhan dapat terpenuhi, dan ketiga seberapa besar kesempatan untuk berkembang tersedia. Ketiga hal di atas mencakup individu, keluarga, kelompok, dan seluruh masyarakat. Selain itu tiga hal itu harus juga bisa terjadi di tingkat sosial yang berbeda dan sampai kepada setiap tingkat masyarakat sehingga semuanya merasa senang dengan keadaan kesejahteraan sosial.
          Semua keluarga dan masyarakat sesungguhnya mempunyai masalah sosial, tetapi besarnya bisa berbeda dan cara penanganannya juga berbeda. Contohnya konflik dapat diatasi dengan baik oleh keluarga, tetapi terkadang konflik menimbulkan ketidak harmonisan hubungan sosial, terkadang sampai menimbulkan perpecahan dalam keluarga. Kekerasan dan kejahatan lebih efektif jika dicegah dengan pengendalian komunikasi daripada metode lainnya. Serupa dengan itu sewaktu masyarakat terkendali dengan kebijakan kependudukan maka pengangguran menurun, namun demikian masyarakat lainnya amat sulit memecahkan masalah sosial yang dihadapi dengan efektif. Umumnya masyarakat ada yang mampu mengendalikan masalahnya dan yang lain kesulitan karena masyarakat itu terpenuhi kesejahteraan sosialnya dan lainnya tidak. Jika suatu masyarakat gagal dalam mengatasi masalah sosialnya maka disebut sebagai gagal-sosial (Richard Titmus 1974).
          Semua manusia, keluarga, kelompok, dan masyarakat memerlukan kebutuhan   sosial jika mereka ingin medapatkan kesenangan hidup. Kebutuhan umumnya merujuk kepada kebutuhan dasar yang diperlukan untuk bertahan hidup, seperti misalnya gizi, air minum bersih, dan tempat berlindung, tetapi kebutuhan itu juga terdapat di berbagai tingkat kelompok dan masyarakat. Sekarang ini hampir semuanya setuju bahwa masyarakat mempunyai kebutuhan dasar yang juga berhubungan dengan pendidikan, kesehatan, keharmonisan hubungan sosial, tersedia cukup air minum, dan keamanan sosial. Jika suatu masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan seperti di atas berarti masyarakat tersebut dapat dikatakan terpenuhi kesejahteraan sosialnya.
          Akhirnya kesejahteraan sosial bisa terwujud jika masyarakat berusaha menciptakan kesempatan sosial bagi anggotanya untuk maju dan mengaktualisasikan potensinya dirinya. Jika masyarakat terkendala dalam mencapai suatu kemajuan dapat dikatakan gagal mewujudkan kesejahteraan sosial. Selain itu jika suatu masyarakat tidak bisa menyediakan pendidikan, lapangan kerja, dan lainnya dalam arti tidak bisa menyediakan kesempatan untuk berkembang bagi anggota masyarakatnya, terjadi banyak kejahatan dan kekerasan, sulit mencari alternatif, banyaknya anak haram berarti tidak terpenuhi kesejahteraan sosialnya. Hilangnya kesempatan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial itu karena adanya ’kegagalan sosial’.
          Ketiga dimensi di atas yakni penyelesaian masalah sosial,  pemenuhan kebutuhan dasar, mempertinggi kesempatan berusaha, dengan dikombinasikan dengan berbagai cara guna mencapai kesejahteraan sosial. Jika kesemuanya tersedia dengan baik di seluruh lapisan masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya maka dalam masyarakat itu terjadi kepuasan kesejahteraan. Namun sebaliknya, bilamana suatu masyarakat gagal dalam memenuhi kebutuhannya, maka dapat dikatakan masyarakat itu gagal dalam kesejahteraan sosialnya.
          Tentu saja, pendekatan untuk mendefinisikan kesejahteraan sosial tidak bermaksud untuk mengungkapkan konsep yang tepat dan standart bagi masyarakat apakah tercukupi kesejahteraannya atau tidak. Penggunaan ukuran kuantitatif seperti statistik sosial atau indikator yang dibahas sebelumnya hanyalah bermaksud untuk membuat suatu keputusan. Walaupun demikan, definisi yang telah dikemukan tersebut berupaya memberikan wawasan yang lebih lengkap tentang kesejahteraan sosial.

 III. Pendekatan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Sosial
          Sekarang ini tidak seorangpun yang tidak mengenal kesejahteraan sosial yang merupakan upaya pemerintah untuk melakukan penanganan sosial. Meskipun akhir-akhir ini pemerintah di Eropa dan Amerika Utara memperluas penanganan sosial dan berasumsi bahwa  inilah tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. Dari sejarah kemanusiaan, indidvidu dalam keluarga akan dibantu oleh keluarganya untuk mencapai kesejahteraannya. Mereka berusaha untuk mengatasi masalahnya  dengan berusaha, dan terus bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan agar bisa memenuhi kebutuhan sosialnya.
          Jika individu, keluarga, dan masyarakat bertanggungjawab terhadap anggota keluarganya berarti berupaya meningkatkan kesejahteraan sosial, dan yang lainnya memberikan dorongan sepenuhnya. Kebanyakan masyarakat secara budaya bertanggung jawab kepada masyarakatnya, sanak keluarganya serta tetangganya, untuk mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Serupa dengan hal di atas agama-agama di dunia menyediakan berbagai amal sebagai tanggung jawab keagamaannya, terkadang hal itu mencakup seluruh tanggung jawab terhadap semua kebutuhan. Tindakan amal keagamaan tersebut muncul dengan disertai pendekatan organisatoris untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di abad sembilan belas, dengan menyediakan berbagai kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Demikian juga hal demikian keterlibaan pemerintah dalam mendorong usaha kesejahteraan sosial.
          Sekarang ini dapatlah diidentifikasi tiga lembaga yang melakukan pendekatan tentang peningkatan kesejahteraan sosial. Pertama adalah kedermawaan sosial (social philanthropy) yang mengandalkan dana pribadi, usaha sukarela, dan berbagai sumber dana lainnya. Kedua, pekerjaan sosial yang mendasarkan diri pada pekerjaan profesional untuk mencapai tujuan kesejahteraan untuk membantu individu, kelompok, dan masyarakat. Ketiga, adalah pendekatan yang dilakukan oleh intervensi pemerintah yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga kesejahteraan sosial. Pendekatan yang ketiga disebut dengan pendekatan administrasi kesejahteraan sosial atau biasa disebut dengan penanganan sosial atau pendekatan kebijakan sosial.
          Ketiga pendekatan di atas berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang dilakukan di seluruh dunia. Hal ini kemungkinan berbeda dengan pendekatan pembangunan sosial, yang sampai saat ini belum banyak diadopsi oleh banyak negara. Kunci pendekatan pembangunan sosial yang berbeda dibandingkan dengan pendekatan lainnya adalah upaya mengaitkan hubungan kebijakan sosial dengan program-program yang secara langsung bersama dengan proses pembangunan ekonomi.

3.1 Kedermawanan Sosial dan Pemberian Amal
          Kedermawanan sosial (social philantrophy), berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dengan terus mendorong penyediaan berbagai kebutuhan individu dan menangani orang yang membutuhkan. Dengan peningkatan secara sistematik kedermawanan sosial sekarang lebih berkembang, kedermawanan merupakan cikal bakal dari kesejahteraan sosial. Kebanyakan sejarah menunjukkan bahwa kesejahteraan sosial telah dilakukan oleh manusia dalam bentuk amal, dan kegiatan amal itu seringkali dilandasi dan didorong oleh keyakinan keagamaan. Di masa Judais kuno, sebagai contohnya petani harus menyisakan hasil panennya bagi orang lain yang sangat membutuhkan. Di jaman Kristen kuno, gereja memberikan hadiah bagi orang miskin. Dan di Islam ada zakat yang merupakan kewajiban setiap umatnya sebagai perbuatan amal. Tentu saja hal demikian di atas sekarang masih ada yang berjalan, dan perbuatan amal yang dilandasi keagamaan masih banyak dilakukan untuk membantu orang yang membutuhkan.
          Kedermawanan sosial telah dilaksanakan tidak hanya sebagai kegiatan amal semata, tetapi dengan menggunakan organisasi yang menyediakan penanganan khusus  bagi orang sakit, tunawisma, dan anak terlantar. Sekarang lembaga yang khusus menangani masalah tertentu juga tumbuh seperti lembaga orang jompo, rumah sakit jiwa, dan anak yatim. Kesemuanya itu melaksanakan prinsip pendekatan kedermawanan sosial.
          Walaupun demikian lembaga atau panti merupakan bentuk umum dari kedermawanan sosial. Lembaga yang bukan panti juga ada. Lembaga semacam itu dapat berkembang dengan baik di pertengahan abad yang lalu. Di pertengahan abad lalu ada lembaga kedermawanan sosial yang sangat besar berkembang di Eropa dan Amerika Utara. Kebanyakan menyediakan makanan bagi orang miskin, sandang, dan berbagai kebutuhan materi lainnya. Selain itu juga mengupayakan bimbingan dan penyuluhan mengenai berbagai masalah sosial. Beberapa lembaga di antaranya peduli terhadap pembinaan mental, menyelamatkan wanita dan anak-anak dari kecanduan alkohol, gelandangan dan prostitusi. Saat itu dibutuhkan koordinasi dari berbagai aktivitas amal yang berbeda itu untuk tujuan kedermawanan sosial. Setelah itu muncul berbagai lembaga tertentu, misalnya organisasi amal masyarakat (charity organization society) yang tidak hanya mengkoordinasikan usaha kedermawanan sosial, tetapi juga merumuskan teknik baru yang diperlukan bagi pekerja sosial profesional.       
          Ketika itu derma sosial menjadi semakin sekuler. Meskipun organisasi keagamaan kala itu didominasi kegiatan amal, banyak lembaga amal tanpa mengatasnamakan keagamaan juga muncul. Sekarang ini banyak kedermawanan sosial berciri sekuler, tentu saja lembaga-lembaga sosial yang berada di bawah lembaga keagamaan juga masih berlangsung bahkan dalam skala besar.
          Sekarang ini kebanyakan organisasi amal membantu masyarakat dalam hal pendapatan, barang-barang, atau pelayanan sosial lainnya yang dibutuhkan masyarakat. Kedermawanan sosial menitik beratkan pada masyarakat yang tidak dapat mengatasi masalahnya sendiri, dan masyarakat tersebut tidak bisa memenuhi kebutuhan dan pelayanan sosial masyarakat secara keseluruhan. Secara historis pelayanan sosial berdasarkan amal dapat dibedakan antara masyarakat yang sepantasnya ditolong dan mana yang tidak patut ditolong. Yang patut mendapatkan pertolongan adalah mereka yang tergolong orang tua (jompo), orang cacat, anak-anak atau lainnya yang tidak mampu menolong dirinya sendiri. Orang yang tidak patut ditolong adalah orang yang kuat fisiknya tetapi menganggur, dan mereka tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan karena berkaitan dengan masalah tingkah laku seperti misalnya penyalahgunaan obat terlarang atau kejahatan. Umumnya semua yang disebutkan di atas menerima kedermawanan sosial bukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti barang kebutuhan  pokok atau pelayanan sosial.  Kedermawanan sosial keberadaannya sangat tergantung kepada kebaikan pemerintah berupa dana dan sebagai tanggung jawab pemerintah telah menarik pajak dari masyarakat untuk membantu kegiatan amal.
          Tidak semua kegiataan kedermawanan sosial yang memperhatikan masyarakat yang memang membutuhkan, selama abad ke sembilan belas, ketika kegiatan amal berkembang pesat di Eropa dan Amerika Utara, kedermawanan sosial juga melakukan reformasi sosial dan berusaha meningkatkan keadaan sosial. Kelompok yang melakukan kedermawanan sosial banyak dibantu oleh golongan  kelas menengah untuk membantu mengatasi masalah sosial dengan kebijakan politik dan sosial. Selain itu mereka menekan pemerintah untuk memperkenalkan penanganan sosial, membuat undang-undang yang bisa melindungi eksploitasi dan diskriminasi, dan juga melindungi orang yang kurang beruntung.
          Banyak pengkritik yang bersifat ragu-ragu untuk bisa mereformasi usulan para pemimpin berbagai lembaga amal kepada negara, karena usulan terkadang harus disertai dengan kekuatan politik yang biasanya atas interes politik tertentu, reformasi undang-undang belum tentu menghasilkan suatu perubahan seperti yang diinginkan. Meskipun demikian, keberhasilan dalam mereformasi tidak bisa ditunda lagi. Walaupun begitu, banyak contoh sejarah dalam mereformasi penanganan sosial melalui perundangan sosial tidak pernah berhasil karena tidak diperkenalkan kepada masyarakat luas sebelumnya. Kadang-kadang reformasi terjadi karena ketakutan adanya kekacauan sosial dan juga berkembangnya kepentingan kelompok politik tertentu untuk memenangkan pemilu. Dalam kasus yang lain, keberadaan reformasi sosial dan hubungannya dengan perilaku reformasi biasanya berkaitan dengan upaya untuk mempengaruhi orang lain.
          Apapun alasannya, reformasi lembaga sosial akan mendapatkan hasil di kemudian hari. Di Amerika Serikat akhir abad 19 yang dikenal dengan kemajuannya karena banyak menghasilkan reformasi tentang perundang-undangan, salah satu tokohnya adalah Jane Adam, dia bisa mempengaruhi kebijakan politik dalam pemerintahan masa itu. Karena dia mempunyai hubungan sangat baik dengan presiden Teddy Rosevelt, dan kebijakan sang presiden banyak dipengaruhi Jane Adam itu. Di Inggris, di masyarakat Febian seorang tokoh yang bernama Beatrice dan Sidney Webb aktif dalam memperkenalkan reformasi sosial. Mereka menggunakan strategi ’menyerap’ sehingga mereka mendapatkan dorongan politis untuk mempengaruhi pemimpin pemerintahan di Inggris untuk membuat reformasi kebijakan sosial.
          Pendekatan amal sosial sangat berhasil dilaksanakan di negara industri maju, tetapi serupa dengan pembangunan sosial itu dapat  pula terjadi di semua negara berkembang. Tambahan lagi, di Eropa telah tumbuh sangat  cepat sejumlah lembaga amal internasional yang mengkhususkan diri dalam memberikan bantuan keuangan, ekonomi, sosial dan proyek di masyarakat. Beberapa lembaga seperti Oxfam misalnya menjadi sangat besar, multinasional organisasi sehingga mempunyai banyak dana dan program yang sangat luas. Ketika usaha amal berusaha keras untuk memperkenalkan konsep kesejahteraan sosial dengan menyediakan barang-barang dan pelayanan sosial bagi yang membutuhkan, banyak lembaga amal internasional juga memperkenalkan pendekatan pembangunan sosial.

3.2 Pekerjaan sosial dan Intervensi Profesional
          Pekerjaan sosial merupakan suatu pendekatan terorganisir guna meningkatkan kesejahteraan sosial dengan melandaskan pada kemampuan profesional individu untuk memecahkan masalah sosial. Pekerjaan sosial pertama kali muncul di negara industri di akhir pertengahan abad ke 19. Pekerjaan sosial awalnya merupakan upaya dari organisasi amal masyarakat yang didirikan di London pada tahun 1860. Organisasi ini merupakan kegiatan amal yang sistematis. Pemimpin organisasi ini melakukan kritik terhadap pemerintah tentang praktek amal yang tidak adil bagi masyarakat. Mereka mengusulkan untuk membantu orang yang membutuhkan diperlukan suatu penelitian yang hati-hati terhadap keadaan sekitar klien yang telah mempengaruhi dirinya dan klien itu memerlukan bantuan, dan bukannya orang yang tidak memerlukan bantuan. Tambahan lagi, pekerja sosial yakin bahwa pertolongan itu diberikan dalam waktu yang terbatas. Klien menerima bantuan agar mereka bisa mencari pekerjaan atau dengan kata lain agar mereka bisa mandiri. Pengangguran akan menyebabkan orang tidak terhormat dan dapat memberikan sumbangan pada pertambahan orang yang bermasalah sehingga menambah beban usaha kesejahteraan sosial.
          Untuk merealisasikan ide tersebut, organisasi amal masyarakat merekrut wanita sebagai sukarelawan yang terpelajar dan bisa mengunjungi rumah-rumah para penyandang masalah sosial untuk melakukan penyelidikan terhadap kondisi sekitar dari orang yang membutuhkan bantuan tersebut. Para sukarelawan juga mengembangkan rencana aksi berupa rehabilitasi  para penerima bantuan itu. Mereka juga menyediakan konsultasi, membangun kepercayaan terhadap  banyak orang miskin dan menghadapi masalah tingkah laku yang menyebabkan kondisinya seperti itu. Para pioner dari organisasi amal masyarakat setidaknya telah meletakkan dasar bagi adanya pekerjaan sosial modern sekarang ini, dan  pekerjaan sosial masih terus berlangsung dalam usaha untuk menangani masalah sosial bagi orang yang membutuhkan sampai detik ini.
          Sejak awal abad ke 19 pekerjaan sosial memang didasarkan pada perkembangan akademis dan profesional yang telah tersebar di seluruh dunia. Dari informasi yang disebarkan oleh Perhimpunan Pekerja Sosial Internasional menunjukkan bahwa pekerjaan sosial telah mendapatkan pengakuan secara luas. Ketika organisasi amal semacam itu didirikan pada tahun 1928, hanya sedikit anggotanya, khususnya di negara industri. Di tahun 1973 anggotanya telah menjadi lebih banyak yaitu 459 dan tersebar di 66 negara di dunia. Di tahun 1983 bertambah lagi menjadi 476 anggota. Sampai sekarang terus bertambah anggota baru seiring dengan bertambahnya organisasi amal masyarakat di seluruh dunia.
          Pekerjaan sosial mempunyai ciri-ciri khusus karena mendasarkan diri pada individu terpelajar yang profesional untuk memperkuat usaha kesejahteraan sosial terhadap individu, keluarga, kelompok, dan masyarkat. Walaupun demikian banyak orang masih menganggap bahwa pekerjaan sosial merupakan bentuk usaha keras dari praktek amal sosial yang dilakukan oleh sekelompok orang tertentu dan tidak profesional. Anggapan semacam itu tidaklah benar, karena sekarang pekerjaan sosial telah menggunakan profesionalisasi yang berkualitas yang umumnya berasal dari berbagai perguruan tinggi ataupun pendidikan tinggi lainnya. Mereka telah mendapatkan pengalaman ilmiah yang dapat menambah kemampuannya di dalam memahami masyarakat tentang tingkah laku klien, penyebab masalahnya, dan telah bisa mencari solusinya. Mereka juga mempelajari bagaimana fungsi kelompok dan komunitas dalam kehidupan di masyarakat. Mereka mempunyai banyak teknik intervensi dan berbagai pendekatan untuk memecahkan masalah kliennya. Para pekerja sosial telah mengembangkan profesionalisme dalam bidang  pekerjaannya sehingga mereka dapat menggabungkan pendekatan teoritis dengan pendekatan praktek lapangan di berbagai lembaga sosial serta cukup menyediakan persiapan dalam menangani klien secara langsung. Pekerjaan sosial bercirikan pada intervensi langsung dan dengan menggunakan profesionalismenya mereka dapat memecahkan maslah sosial di masyarakat secara efektif.
          Sekarang ini, pekerja sosial telah tersebar di berbagai setting yang sangat luas baik di sektor formal maupun non formal, ada di masyarakat maupun di berbagai lembaga sosial. Walaupun demikian, banyak negara, yang mayoritas pekerja sosialnya bekerja di sektor pemerintahan daerah maupun pemerintah pusat. Mereka bekerja di berbagai lembaga sosial seperti lembaga kesejahteraan anak, pekerja sosial sekolah, pekerja sosial rumah sakit, bantuan sosial masyarakat, pekerjaan sosial medis, koreksi, perumahan, genontologi, dan psikiatri sosial. Ada juga yang bekerja di organisasi sosial nirlaba, dan sekarang ini banyak pekerja sosial yang bekerja di organisasi sosial seperti rehabilitasi penyalahgunaan obat terlarang, pembinaan tenaga kerja, dan berbagai fasilitas kesejahteraan sosial lainnya. Banyak negara maju seperti Amerika Serikat misalnya telah ada yang membuka praktek konsultasi pribadi terhadap klien dengan layaknya seorang pasien pergi ke dokter.
          Secara tradisional, pekerja sosial mengupayakan penanganan pemulihan yang berusaha untuk mencari cara penyelesaian masalah individu, dan keluarga. Hal itu ditekankan pada terapi sosial yang merupakan refleksi dari keberpihakan motif profesional secara sistematis. Di abad ke 19 , ketika pekerjaan sosial muncul pertama kali, umumnya hanya menerima masalah seperti kemiskinan, gelandangan, orang sakit, butahuruf, dan kejahatan yang umumnya disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian individu. Banyak orang percaya bahwa sakit sosial dapat dikurangi dengan melakukan bimbingan sosial, dan dengan membantu masyarakat meningkatkan fungsi sosialnya. Ketika pekerja sosial menyadari bahwa masyarakat membutuhkan bantuan sesungguhnya mereka tidak mandiri, dan mereka percaya bahwa orang yang membutuhkan bantuan itu dapat dibantu dan diatasi agar mereka menjadi mandiri.
          Sekarang ini pekerjaan sosial menyandarkan pada bimbingan dan bentuk intervensi kepada kliennya untuk memecahkan masalah sosial masyarakat. Pekerjaan sosial harus mempunyai fokus, sehingga suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan bentuk lain yaitu dengan menyediakan berbagai layanan sosial. Bentuk pekerjaan sosial nonremedial termasuk di dalamnya adalah kebijakan sosial, penelitian pekerjaan sosial, bimbingan sosial kelompok, perencanaan sosial lokal, dan gerakan sosial masyarakat. Tambahan lagi, walaupun sifatnya kecil tetapi ada kelompok aktivis pekerja sosial, yang mereka melakukan pekerjaannya di dalam perspektif pembangunan sosial. Walaupun demikian, aktivitas mereka ada di sekeliling mereka yakni pekerjaan sosial. Mereka peduli dan fokus terhadap penyakit patologis sosial baik yang menyangkut individu, keluarga dan masyarakat serta mengupayakan mengatasi masalah sosial yang muncul di masyarakat. Ketika banyak pekerja sosial ada di dalam usaha nonremedial, pendekatan pekerjaan sosial berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan sosial lainnya yakni usaha kesejahteraan sosial yang remedial. Sebagaimana akan dibahas dalam bagian akhir ini, banyak pekerja sosial berusaha mengadopsi perspektif pembangunan sosial ke dalam pekerjaan sosial. Walaupun demikian, banyak yang harus dilakukan sebelum kebenaran pembangunan sosial akan diterima sebagai suatu profesi.

3.3 Administrasi sosial dan Penyediaan Layanan Kesejahteraan
          Pendekatan administrasi sosial berusaha untuk meningkatkan kesejahateraan masyarakat dengan membentuk program-program sosial di pemerintahan yang bertujuan untuk mempertinggi kesejahteraan sosial bagi warga masyarakatnya dengan menyediakan berbagai layanan sosial. Pendekatan ini disebut dengan kebijakan sosial atau pendekatan layanan sosial. Agak berbeda dengan usaha amal sosial yang berusaha langsung dengan melakukan amal pribadi, pendekatan administrasi sosial langsung bersumber pada masyarakat ke seluruh warga negara tanpa kecuali. Pendekatan administrasi sosial didasarkan atas idea bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap kesejahteraan warganegaranya, sehingga pemerintah harus menyediakan sejumlah layanan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
          Undang-undang kemiskinan misalnya, yang berlaku di pemerintahan Elizabeth I di Inggris, seringkali diakui sebagai keterlibatan pemerintah di dalam usaha kesejahteraan sosial. Walaupun demikian, ada yang lebih awal yakni yang dilakukan sebagai intervensi pemerintah adalah Hammurabi’s pada zaman Babylon kuno dengan upaya melindungi janda dan anak yatim. Meskipun demikian, UU kemiskinan Elizabeth merupakan peraturan yang sangat lengkap sebagai bentuk intervensi sosial oleh pemerintah. Agak berbeda dengan sebelumnya, penyediaan usaha kesejahteraan sosial yang bersifat lokal, tidak dikelola dengan baik, terbatas, bantuan terhadap orang miskin juga pernah dilakukan. UU kemiskinan di Inggris itu menjadi dasar program layanan sosial di era modern sekarang ini. Usaha membantu pendapatan dan bentuk sumbangan lainnya kepada masyarakat yang tidak bekerja, atau hanya sedikit mendapatkan penghasilan dari pekerjaan mereka.
          Ketika undang-undang kemiskinan menfokuskan diri hanya terhadap sebagian masyarakat yang membutuhkan, UU itu akhirnya melakukan intervensi oleh pemerintah atas usaha kesejahteraan sosial. Sebaliknya, pemerintah di abad ke 19 saat itu telah mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap kesehatan masyarakat dan pendidikan, membuat peraturan kerja di perusahaan pertambangan dan pabrik dan juga melindungi eksploitasi terhadap wanita dan anak-anak. Atas dasar pengaruh para pembaharu di masyarakat kelas menengah, kelompok dagang dan pengaruh faham sosioalis, akhirnya pemerintah mulai memperkenalkan pendidikan untuk masyarakat, keamanan sosial, pelayanan kesehatan kepada kaum pekerja. Selama abad ke 19 pemerintah  menyediakan layanan sosial di negara industri dan setelah itu menyebar ke seluruh pelosok dunia. Di tahun 1950-an menjadi meluas meliputi seluruh masyarakat. Di banyak negara, banyak pelayanan sosial dilakukan secara menyeluruh. Sebagai contohnya di Inggris keamanan sosial dan pelayanan kesehatan diperkenalkan setelah berakhirnya perang dunia ke II yang meliputi seluruh masyarakat Inggris raya.
          Contoh di dalam masyarakat modern sekarang ini adalah pelayanan yang mencakup pendidikan umum, keamanan sosial, jaminan kesehatan, perumahan, bantuan keuangan terhadap keluarga dan pelayanan sosial lainnya. Pemerintah di negara industri mempunyai program layanan sosial secara luas dan negara menerapkan hal itu yang sering disebut dengan istilah negara sejahtera (welfare state). Pendekatan administrasi sosial sesungguhnya berkaitan dengan negara sejahtera sekarang ini.
          Hal itu juga dilakukan dengan menggunakan model pembangunan yang secara bersama-sama juga diterapkan di dunia ketiga. Walaupun penanganan sosial di negara dunia ketiga dilakukan tidak seluas di negara maju, tetapi keterlibatan pemerintah juga mulai bertambah dan berkembang dalam usaha kesejahteraan sosial. Proses itu dimulai dari administrator pemerintahan kolonial yang memperkenalkan serba terbatas pelayanan sosial masyarakat di zaman itu yaitu tahun 1930-an sampai tahun 1940-an. Setelah banyak negara merdeka, negara dunia ketiga, pemerintahnya berusaha untuk menyediakan layanan sosial. Meskipun layanan sosial tidak selalu dibutuhkan oleh pemerintah di daerah, yang awalnya untuk masyarakat kota, tidak ada suatu komplin atau keberatan bahwa intervensi pemerintah nyata-nyata telah membantu peningkatan kesejahteraan sosial di negara berkembang. Kemajuan layanan sosial itu ditandai dengan adanya layanan pendidikan dan kesehatan. Meskipun di negara berkembang masih jauh dari memuaskan layanan sosialnya, tetapi secara signifikan telah dirasakan dengan banyaknya anak yang masuk sekolah, tingkat penurunan butahuruf, tersedianya layanan kesehatan, adanya pengendalian wabah penyakit, hal itu semua merupakan penyediaan layanan sosial yang ada di negara berkembang.
Selama tahun 1980-an, banyak pemerintahann di negara berkembang memotong anggaran belanjanya, hal ini mempengaruhi tersedianya layanan sosial, sehingga muncul layanan sosial yang bersifat komersial. Di negara berkembang cadangan umum yang berupa devisa menipis sehingga juga dilakukan penyesuaian dalam berbagai kebijakan yang berkaitan dengan program layanan sosial. Pengurangan anggaran belanja tersebut kemudian mendorong tumbuhnya ideologi antipati tentang pola intervensi yang dilakukan pemerintah yang dianggapnya statis. Hal demikian merupakan ciri umum dari layanan pemerintah di abad ke XX. Dengan kebijakan yang radikal, setelah itu pelayanan sosial oleh pemerintah akhirnya menurun intensitasnya.
Walaupun demikian, akhirnya juga muncul kekecewaan secara luas atas pendekatan welfare state, yang menggunakan administrasi sosial itu. Para penganut pendekatan hak radikal berpendapat bahwa dengan adanya pengurangan anggaran belanja negara semacam itu sesungguhnya ingin membawa kemakmuran dan kesejahteraan negara, tetapi janji seperti itu justru yang terjadi adalah sebaliknya yakni bertambahnya kemiskinan, perampasan hak asasi manusia,  terjadinya kerusakan lingkungan perkotaan, terjadinya banyak kejahatan dan kekerasan. Dengan kata lain, kelemahan pendekatan administrasi sosial  secara konvensional telah disadari dan pendekatan baru sedang diusahakan dan diuji. Pendekatan itu disebut dengan pendekatan pembangunan sosial yang menawarkan suatu prospek tertentu yang ingin memperbaiki keterbatasan pendekatan administrasi sosial, yang berusaha menghubungan pembangunan kesejahteraan sosial lebih efektif berdampingan dengan pembangunan secara keseluruhan.
  
IV. Pendekatan Pembangunan Sosial
          Pembangunan sosial berbeda dengan pendekatan amal sosial,  pekerjaan sosial, dan juga administrasi sosial dalam berbagai segi. Tidak serupa dengan Pilantrophy, pekerjaan sosial, serta administrasi sosial, pembangunan sosial tidak hanya menangani masalah individu dengan menyediakan layanan dan menyediakan kebutuhan atau rehabilitasi serta pemecahan masalah yang bersifat individu. Lebih dari itu pembangunan sosial menitik beratkan pada  komunitas dan masyarakat, dan juga merupakan proses dari suatu struktur sosial.
          Pembangunan sosial merupakan pendekatan komprehensif (lengkap/holistik) dan juga bersifat umum. Berbeda dengan philantrophy dan pekerjaan sosial, pembangunan sosial tidak hanya menyediakan dan membantu orang miskin, tetapi juga mencari jalan untuk mempertinggi kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Pembangunan sosial disebut juga suatu pendekatan dinamis, dan mencakup proses pertumbuhan dan perubahan. Berbeda dengan berbagai pendekatan lainnya yang perhatian utamanya memelihara tersedianya tingkat kesejahteraan, pembangunan sosial lebih dari itu bukan merupakan bentuk statis, melainkan suatu pendekatan yang aktif di dalam upaya proses pembangunan.
          Pembangunan sosial mempunyai ciri khusus yang berusaha untuk mengembangkan usaha pembangunan ekonomi. Pembangunan sosial secara terus menerus berusaha menemukan integrasi sosial dalam proses pembangunan ekonomi. Dengan memahami kedua hal itu pembangunan sosial adalah sebagai upaya secara integral dari proses dinamis suatu pembangunan. Penekanan pembangunan sosial adalah pada pembangunan yang bercirikan sebagai suatu pendekatan pembangunan sosial. Dengan proses pembangunan ekonomi dan sosial dapat diibaratkan sebagai dua sisi dari mata uang. Pembangunan sosial tidak terwujud tanpa pembangunan ekonomi dan pembangunan ekonomi tidak bermakna tanpa disertai peningkatan kesejahteraan sosial bagi semua anggota masyarakatnya.
          Upaya untuk mengintegrasikan kebijakan ekonomi dan sosial dalam berbagai program layanan sosial merupakan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan sosial masyarakat, hal ini merupakan pembeda pembangunan sosial dengan pendekatan lainnya. Secara umum, pendekatan philantrophy dan pekerjaan sosial tidak tertuju pada masalah yang berkaitan dengan isu ekonomi. Tentu saja beberapa pengecualian seperti misalnya organisasi amal masyarakat utamanya di negara berkembang, telah ditetapkan proyek pembangunan ekonomi lokal. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dan diuraikan di dalam awal pembahasan ini beberapa pekerja sosial berusaha untuk memperkenalkan pembangunan sosial di dalam pekerjaan sosial. Akhir-akhir ini berbagai rencana untuk memasukkan pekerjaan sosial komunitas di dalam proyek pembangunan ekonomi. Meskipun demikian usaha yang bersangkut paut dengan pembangunan sosial merupakan kegiatan utama yang secara terus menerus menjadikan intervensi sosial sebagai pusat perhatiannya.
          Pendekatan administrasi sosial muncul secara langsung menyertai kegiatan ekonomi. Penanganan sosial tergantung pada dana pemerintah yang berasal dari pembayaran pajak masyarakat dan kegiatan ekonomi. Dana yang dikumpulkan itu digunakan untuk menyokong kegiatan program-program pemerintah yaitu pembangunan ekonomi. Para perumus pembangunan administrasi sosial seperti misalnya William Beveridge menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan banyaknya pengangguran merupakan kejadian penting dari usaha kesejahteraan sosial. Walaupun demikian, pendekatan administrasi sosial secara terus menerus juga menjadi bagian dari usaha pelayanan kesejahteraan sosial, yakni menyetarakan kebijakan ekonomi dengan kebijakan sosial. Lebih dari itu di banyak negara industri maju, hubungan antara pelayanan sosial dengan pembangunan ekonomi menimbulkan ketergantungan. Pendekatan administrasi sosial pada awalnya tertarik untuk menyediakan kebutuhan akan pelayanan sosial, dengan jalan mengatur upah minimum dalam rangka kesejahteraan sosial secara standart, selain itu juga membantu orang lanjut usia, orang cacat, pengangguran dan kelompok penganggur lainnya. Pelayanan sosial menjadi bagian dari konsep penting ekonomi dan pelayanan sosial menjadi tergantung pada tersedianya dana yang ada. Dana tersebut dikumpulkan dari berbagai wajib pajak terutama pajak penghasilan dari pekerja dan dari berbagai usaha yang di suatu negera.
          Pelayanan sosial demikian rawan akan ketergantungan. Sebagai contoh, jikalau ekonomi mengalami resesi misalnya, keperluan dana untuk membiayai usaha kesejahteraan sosial berkurang, sehingga tekanan keuangan dalam pemerintahan menjadi meningkat. Serupa dengan itu keperluan untuk pelayanan sosial sangat dibutuhkan diwaktu krisis ekonomi terjadi dan banyak orang memerlukan pertolongan, sedangkan dana pemerintah tidak mencukupi. Saat bersamaan kebutuhan meningkat untuk pelayanan sosial sewaktu perekonomian mengalami kemandegan, hal itu disebabkan adanya eksploitasi atas UU radikal yang dilaksanakan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Pelayanan sosial yang didefinisikan sebagai hak radikal justru menimbulkan penyebab utama mundurnya perekonomian, sehingga membatasi usaha perluasan konsep welfare state itu sendiri. Tambahan lagi, pelayanan sosial tidak bisa berkembang sedangkan orang jompo dan orang penyandang masalah sosial lainnya sangat tergantung pada apa yang disediakan pemerintah. Masalah lainnya juga timbul dengan kondisi lebih buruk karena berkurangnya pajak dan kesulitan ekonomi yang berkepanjangan.
          Tidak sama dengan pendekatan administrasi sosial, pembangunan sosial berusaha menyelaraskan intervensi sosialdengan usaha-usaha pembangunan ekonomi. Usaha tersebut terus disebarluaskan oleh negara berkembang dengan mengintegrasikan kebijakan sosial dengan kebijakan ekonomi. Berdasrkan tujuan pembangunan yang sesungguhnya pembangunan sosial pertama kali muncul dalam konteks pembangunan di negara berkembang.
          Ketika pendekatan pembangunan sosial berbeda dengan pendekatan lainnya, pembangunan sosial juga mempunyai ciri sama dengan pendekatan lainnya. Serupa dengan pendekatan ini, pembangunan sosial berusaha selalau peduli untuk selalu mempertinggi kesejahteraan sosial warga masyarakatanya. Pembangunan sosial juga menekankan pada usaha intervensi itu. Intervensi tidak secara otomatis diterima sebagai bagian dari proses alami usaha kesejahteraan sosial, dengan demikian pendekatan pembangunan sosial bukan berarti meniadakan pendekatan lainnya atau meminimalisir usaha mempertinggi kesejahteraan sosial masyarakat. Pembangunan sosial tidak secara otomatis memfungsikan pendekatan administrasi sosial, tetapi dengan konteks pembangunan ekonomi berusaha untuk mengaitkan pelayanan sosial di dalam pembangunan ekonomi secara dinamis.
          Pembangunan sosial juga melihat dikotomi antara pendekatan residual dan kelembagaan atau institusi yang telah banyak ditulis dalam banyak literatur kesejahteraan sosial. Model kesejahteraan sudah secara luas digunakan dalam program-program sosial klasik. Berbeda dengan pendekatan kesejahteraan sosial, pembangunan sosial berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Sedangkan pendekatan kesejahteraan sosial hanya untuk menyediakan kesejahteraan bagi orang miskin, orang yang memerlukan penghasilan. Taxonomi demikian dapat digunakan juga untuk mengatasi masalah sosial yang bersifat residual yang kemungkinan sangat terbatas itu. Usaha pemberian bantuan dan stigma ketika lembaga kesejahteraan sosial adalah suatu lembaga universal dan normal, yang merupakan bagian dari masyarakat.
          Model tersebut di atas juga bisa dikaitkan dengan pendekatan kesejahteraan sosial yang dijelaskan sebelumnya. Philantrophy dan pekerjaan sosial terkadang juga menghormati ahli kesejahteraan sosial residual, ketika pendekatan administrasi sosial seringkali nampak sebagai suatu lembaga. Walaupun demikian, model tersebut tampak nyata dalam isu pembangunan. Tentu saja, asumsi di atas didasarkan bahwa biaya usaha kesejahteraan sosial dapat dipenuhi dari adanya dana bidang ekonomi. Pendekatan pembangunan sosial dapatlah dikatakan sebaga tiga model kesejateraan sosia yang kesemuanya berupaya meningkatkan pembangunan dalam segi kesejahteraan sosial.

4.1 Ciri khusus Pembangunan sosial
          Pembangunan sosial dapat didefinisikan sebagai suatu proses perubahan sosial terencana guna meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat sebagai suatu proses dinamis dari pembangunan ekonomi. Sebagaimana definisi resmi lainnya, definisi pembangunan sosial berasal dari penderitaan atau kelemahan. Tetapi, definisi tersebut berupaya untuk menangkap esensi dari segi pembangunan itu sendiri. Dalam perspektif umum yang lebih mendalam masalah ini akan dibahas dalam bab berikutnya, dalam hal ini kunci pokoknya adalah definisi di atas akan dijelaskan serba terbatas di sini.
          Pertama, seperti ditekankan sebelumnya, proses pembangunan sosial adalah proses pembangunan sosial yang tidak bisa dilepaskan dengan pembangunan ekonomi. Hal ini merupakan aspek unik yang ada di dalam pembangunan sosial jika dibandingkan dengan model pembangunan lainnya dalam usaha meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Meskipun pembangunan sosial hampir sama dengan pendekatan lainnya, karena pembangunan sosial memusatkan perhatiannya pada masalah sosial dan mengimplementasikan ke dalam kebijakan sosial dan program sosial lainnya untuk mempertinggi kesejahteraan sosial yang berkaitan dengan proses pembangunan. Pendekatan yang lebih umum untuk meningkatkan kesejahteraan sosial tidak berhubungan dengan intervensi sosial secara langsung dengan pembangunan. Hal tersebut akan dibahas lebih mendalam dalam bab ini nantinya.
          Kedua, pembangunan sosial merupakan suatu pendekatan interdisipliner yang dapat digambarkan dan masuk ke dalam berbagai bidang ilmu. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, pembangunan sosial mendapat inspirasi khusus dari ekonomi politik modern saat ini. Gambaran dalam ekonomi politik , pembangunan sosial menggunakan dasar interdisiplin di dalam menganalisis dan memecahkan masalah sosial saat ini dan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Pembangunan sosial juga menggunakan interdisiplin dalam masalah sosial baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu juga memperhatikan nilai, keyakinan dan ideologi. Dengan menghadapi isu ideologi di dalam merumuskan intervensi sosial sehingga dapat dibahas dan dianalisis secara kritis. Pengaruh ekonomi politik ke dalam pembangunan sosial akan dibahas lebih mendalam di bagian lain tulisan ini.
          Ketiga, konsep pembangunan sosial mencakup suatu proses. Pembangunan sosial merupakan konsep dinamis yang merupakan gagasan dari perubahan dan pertumbuhan. Konsep pembangunan selalu berkonotasi sebagai suatu perubahan positif. Definisi standart menurut kamus menunjukkan bahwa pembangunan merupakan proses pertumbuhan, perubahan, evolusi dan gerakan. Sebagaimana di bahas di bab selanjutnya proses pembangunan sosial mengandung 3 aspek. Pertama, meniadakan kondisi sosial tertentu yang pembangunan sosial berupaya untuk merubahnya. Kedua, proses perubahan itu sendiri, dan ketiga, akhir dari kondisi yang tujuannya pembangunan sosial tercapai.
          Keempat, proses perubahan, sebagaimana disusun oleh para penganjur pendekatan sosial, perubahan sosial merupakan proses yang alamiah. Ketika suatu perkembangan ideal terjadi ternyata dengan mudah orang mengolok-olok. Kemudian pendukung pembangunan sosial menyatakan bahwa ada keyakinan tentang prospek yang baik bagi kemanusiaan di masa mendatang. Banyak yang percaya bahwa tidak ada alternatif lain, seperti keadaan sosial di banyak negara dunia akan menjadi lebih buruk lagi seperti dekade lalu. Tetapi orang sinis menilai pembangunan tidak bermakna apa-apa, tanpa harapan, sehingga tidak ada langkah apapun untuk memperbaiki perkembangan seperti itu. Penganjur pembangunan sosial mengemukakan bahwa mengembalikan gagasan mengenai peningkatan sosial sangatlah dibutuhkan.
          Kelima, proses pembangunan sosial melakukan intervensi sosial. Penganjur pembangunan sosial menolak ide bahwa peningkatan kesejahteraan sosial akan muncul secara alamiah sebagai hasil dari kerja ekonomi pasar atau kekuatan sejarah yang tidak bisa dihindari. Meskipun begitu, mereka yakin bahwa usaha secara organisasi atau terorganisir diperlukan untuk sampai pada peningkatan kesejahteraan sosial. Mereka juga yakin bahwa manusia tidak akan membawa serta kegiatan turun-naik, tetapi mereka akan mampu mempengaruhi masa depannya dalam konteks sosial, ekonomi dan kekuatan politik secara luas. Proses pembangunan sosial dapatlah disimpulkan sebagai usaha manusia secara langsung dengan menerapkan rencana khusus dan strategi tertentu untuk mencapi tujuan pembangunan sosial yang dicita-citakan.
          Keenam, tujuan pembangunan sosial diwujudkan ke dalam berbagai strategi. Berbagai strategi mengupayakan langsung maupun tidak langsung untuk menghubungakan intervensi sosial dengan upaya pembangunan ekonomi. Mereka mendukung berbagai keyakinan atau ideologi mengenai bagaimana tujuan pembangunan sosial dapat diraih dengan baik. Berbagai ideologi itu umumnya saling bertentangan satu dengan yang lain, selain itu juga teori dan strateginya seringkali bertolak belakang. Namun demikian para pemikir pembangunan sosial saat ini telah mengadopsi sedikit doktrin maupun perdebatan tentang urgensinya dari pendekatan yang bersifat prakmatis dengan strategi yang berbeda.  Ketika mereka menyadari tentang kesulitan dalam mengemukakan pendapatnya semacam itu, namun mereka yakin bahwa perbedaan pendekatan secara ideologis semacam itu akan dapat diselaraskan di dalam pembangunan sosial. Walaupun demikian, pendekatan ideologi semacam itu mungkin akan menjadi semacam musim ideologi yang berkembang dan diikuti banyak penganut. Hal demikian itu menjadi ciri dari perkembangan ideologi setelah perang dunia kedua, dan akan tetap muncul di kemudian hari.
          Ketuju, pembangunan sosial peduli kepada seluruh anggota masyarakat, sehingga ruang lingkupnya inklusif atau universal. Sebagaimana diuraikan di depan, pembangunan sosial agak berbeda dengan pendekatan philantrophy dan pekerjaan sosial yang tidak memfokuskan pada orang miskin. Walaupun begitu para pendukung pembangunan sosial mendukung adopsi pendekatan yang berfokus makro yang langsung memperhatikan masyarakat secara luas, wilayah, dan seluruh anggota masyarakat dalam suatu negara. Ketika pembangunan sosial memperhatikan secara khusus hal di atas mereka justru menyangkal dengan pertumbuhan ekonomi atau dampak dari pembangunan ekonomi tidak akan muncul adnya kemiskinan, kerusakan kota, kemelaratan di desa, diskriminasi minoritas. Tetapi mereka berpendapat bahwa keadaan semacam itu karena adanya konteks intervensi universal.
          Terakhir, tujuan pembangunan sosial adalah meningkatkan kesejahteraan sosial, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Konsep kesejahteraan yang dipergunakan di sini adalah makna yang sangat luas yang berkonotasi sebagai suatu kondisi kesejahteraan bagi umat manusia. Ketika itu masalah sosial muncul dalam kehidupan masyarakat yang bisa diatasi secara memuaskan, terpenuhinya kebutuhan dasar, kesempatan kerja terbuka luas. Kondisi kesejahteraan sosial akan diwujudkan melalui berbagai mekanisme atau menggunakan lembaga sosial. Dengan intervensi semacam itu, tanggung jawab pembangunan sosial untuk selalu berkembang, fokusnya makro, universal, integrasi antara kebijakan ekonomi dan sosial, fokus antar masyarakat, terpilih, pendekatan yang berhasil guna, tepat guna, sehingga akhirnya pembangunan sosial bisa terbuka untuk semua pendekatan bagi peningkatan kesejahteraan sosial saat ini.

  V. Hubungan Konsep lainnya dengan pembangunan sosial
          Definisi pembangunan sosial seperti yang telah dijelaskan dalam bab ini hanya salah satu dari berbagai definisi yang banyak sekali dan dipergunakan. Definisi lainnya dari pembangunan sosial adalah sudah dirumuskan di dalam berbagai bidang ilmu seperti ilmu psikologi, sosiologi, pekerjaan sosial dan studi pembangunan. Untuk memahami perbedaan yang telah digunakan itu akan bisa membantu tidak hanya untuk kepentingan dalam menjelaskan bidang itu sendiri, tetapi definisi itu juga digunakan sebagai suatu perspektif.
          Penelitian ilmiah dari berbagai disiplin yang berbeda juga memberikan sumbangan dalam merumuskan definisi pembangunan sosial yang digunakan di dalam pembahasan ini. Sebagaimana telah disarankan sebelumnya, pendekatan ekonomi politik telah memberi inspirasi tentang pemikiran pembangunan sosial. Selain itu di sini juga akan dikemukakan kerangka ilmiah yang digunakan untuk menjelaskan hubungan bidang ekonomi dan proses sosial yang ada untuk mempertinggi usaha kesejahteraan sosial. Selain itu juga berbagai karakteristik interdisiplin itu juga telah memberikan wawasan yang lebih luas tentang pembangunan sosial.

5.1 Pembangunan Sosial dan Psikologi Perkembangan
          Di dalam ilmu psikologi, istilah pembangunan sosial secara umum digunakan untuk menggambarkan tentang perkembangan anak dan khususnya mengenai ketrampilan tertentu yang telah dikuasai anak. Ahli psikologi yang mengkhususkan diri dalam bidang ini sering menyebutnya dengan ’psikologi perkembangan’. Seperti diuaraikan dalam pemikiran psikologi, pekerja sosial yakin bahwa pembangunan sosial merupakan suatu proses positif dari perkembangan kepribadian yang mendorong masyarakat secara kolektif menuju pada kesejahteraan sosial seluruh warga masyarakatnya. Pekerja sosial yakin bahwa masyarakat dapat berkembang jikalau individunya juga berkembang melalui pengalaman pribadi dan dengan belajar sesama anggota masyarakat lainnya di dalam hal yang positif. Salah seorang pencetus dari pendekatan ini adalah Henry Maas (1984), yang telah menulis sangat mendalam tentang pemikiran psikologi ini. Konsepsinya tentang pembangunan sosial akan diuraikan di bagian akhir pembahasan ini.

5.2 Sosiologi, Pembangunan Sosial dan Perubahan Sosial
          Konsep pembangunan sosial tidak secara luas ada di dalam sosiologi, kecuali ahli-ahli sosiologi di dunia sedang berkembang. Namun sosiolog telah mempopulerkan pembangunan sosial di awal abad keduapuluh. Pembangunan sosial pertama kali digunakan di dalam konteks studi sosiologi adalah perubahan sosial, perubahan sosial merupakan kajian sosiologis penting dalam sosiologi abad lalu. Para sosiolog terdahulu merumuskan definisi perubahan sosial atau disebut dengan evolusi sosial adalah suatu proses transformasi kecil, sederhana, kemudian menjadi masyarakat besar, kompleks, heterogen, dan meningkatnya modernisasi di segala kehidupan.
          Sosiolog peduli terhadap masalah besar seperti itu dengan mempelajari perubahan sosialnya, baik individu dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses perubahan sosial itu. Banyak sosiolog saat ini berusaha untuk menolak upaya langsung di dalam proses evolusi masyarakat. Sosiolog Inggris yang sangat terkenal yakni Herbert Spencer, menentang intervensi pemerintah terhadap masalah sosial dan juga menentang pemberian bantuan sebagai amal. Dia menjelaskan bahwa usaha manusia untuk terlibat dalam proses perubahan sosial dapat terjadi secara alami dan jika ada intervensi maka akan menganggu perkembangan evolusi masyarakat dan menghalangi perkembangan menuju masyarakat yang lebih maju.
          Sosiolog lainnya tidak sependapat dengan hal di atas, terutama pemikiran Spencer itu, mereka mengemukakan bahwa ada usaha untuk mempengaruhi evolusi masyarakat. Di Amerika banyak kritik terhadap pemikiran Spencer itu, salah seorang di antaranya adalah Lesterward yang mengusulkan istilah sosiologi terapan sebagai cabang sosiologi yang mengkhususkan diri pada peningkatan kondisi sosial masyarakat. Sosiolog lainnya juga ada yang tidak sepaham dengan Spencer, beliau adalah sosiolog Inggris Leornad  Bobhouse yang berhasil menerbitkan bukunya yang berjudul pembangunan sosial tahun 1924. bobhouse yakin bahwa tingkah laku manusia itu rasional yang dapat dikendalikan melalui proses perubahan sosial dari berbagai pandangan.
          Pemikiran Bobhouse tersebut sesungguhnya tidak merupakan ide baru. Meskipun begitu, dia yakin bahwa ilmu sosial akan merupakan alat untuk membangun masyarakat seperti disarankan sebelumnya oleh filsof sosial dari Perancis yakni Count Henry Saint Simon dan sahabatnya. Auguste Comte yang beliau sesungguhnya ahli matematika yang kemudian disebut sebagai bapak sosiologi. Namun Bobhouse adalah salah satu ilmuwan sosial yang mempergunakan istilah pembangunan sosial secara sistematis. Dia juga merupakan salah satu orang yang membuat definisi pembangunan sosial sebagau suatu proses yang pemerintah dapat mengambilnya sebagai perencanaan logis untuk mendorong integrasi sosial dan kesejahteraan sosial. Konsepnya tentang pembangunan sosial dapat mempengaruhi pemerintah suatu negara yang mereka yakin akan sangat berharga jika di dalam perencanaan ekonomi dan sosial  terintegrasi.
          Paling tidak, Bobhouse telah meletakan dasar intervensi sosial sampai akhir abad dua puluh lalu, sehingga sosiolog banyak yang menentang berbagai upaya melibatkan atau menggabungkan pembuatan kebijakan dengan kesejahteraan sosial. Apapun yang terjadi saran untuk menerapkan pengetahuan sosiologi di berbagai perencanaan sosial terus berlanjut. Istilah perencanaan sosial dipopulerkan oleh Charles North (1932) dan kemudian dapat diterima oleh sosiolog lainnya dan juga pekerja sosial. Para pendukung lain tentang perencanaan sosial adalah Wonen Bennis dan kawan-kawannya yang telah menerbitkan bukunya yang berjudul ’perubahan perencanaan’ tahun 1961, selain itu juga  Symon Chadal yang menerbitkan bukunya berjudul ’pembangunan kemasyarakatan/ tahun 1973.
          Ketika ahli-ahli sosiologi mendefinisikan pembangunan sosial sebagai proses perencanaan atau petunjuk perubahan, banyak yang lainnya membahas topik tersebut di dalam pengantar berbagai buku. Benis dan kawan-kawan sebagai contohnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai penerapan teknologi sosial yang berasal dari pengetahuan sistematis dan tepat untuk membuat perubahan dan tindakan logis (1961). Meskipun demikian definisi yang dibuat tersebut diluar konteks, dan buku tersebut justru gagal menyediakan seperangkat resep khusus untuk penerapannya, terutama pendekatan teknologi sosial itu untuk membuat tindakan logis. Pemahaman sosiologis lain juga berisi tentang perencanaaan atau pedoman pembangunan sosial yang hal demikian justru menambah masalah, seharusnya berusaha mengalihkan pembangunan sosial ke dalam program dan kebijakan.
          Banyak penulis membahas kemudian mendesak agar petunjuk perubahan itu merupakan nilai yang ada di dalam demokrasi, kebebasan, kesempatan berusaha. Tambahan lagi, hanya sedikit sosiolog yang menitik beratkan pada masalah kesejahteraan sosial dan dapat digunakan sebagai pedoman perubahan sosial yang menuju kepada peningkatan modernisasi masyarakat.
          Keberadaan definisi yang jelas tentang kebijakan dan program di dalam literatur sosiologi disebut dengan pembangunan sosial di lingkungan sosiologis. Meskipun sosiolog bekerja di bidang pembangunan di negara dunia ketiga, istilah yang telah dikenal itu, nama perubahan sosial oleh para sosiolog dan telah menjadi pemikian sosiologis. Walaupun Hall dan Midley (1988) menyarankan, masih membutuhkan lebih banyak kerja keras sebelum sosiologi mewujudkan impiannya tentang pendekatan khusus tentang kebijakan pembangunan. Meskipun sosiolog tidak mendifinisikan pembangunan sosial di dalam khasanah program secara khusus, penekanannya terhadap perubahan, intervensi, dan perkembangan sosiologis, maka pembangunan sosial tidak akan dikenal secara luas dalam perspektif pembangunan sekarang ini.

5.3 Pekerjaan Sosial dan Pembangunan Sosial
          Konsep pembangunan sosial mencapai kepopulerannya di lingkungan pekerjaan sosial di awal tahun 1980-an. Hal itu disebabkan atas usaha kelompok kecil pekerja sosial di Amerika yang tergabung di dalam lembaga Internasional atau mereka bekerja di negara berkembang. Publikasi pertama di bidang ini ditulis oleh Frank Faiva (1977),  John Jones dan Rama Pandey (1981) serta Daniel Sander (1982), tulisannya sangat berpengaruh karena mampu mendorong pengembangan pendekatan pembangunan sosial di bidang pekerjaan sosial.
          Meskipun pekerja sosial berusaha untuk memperkenalkan perspektif pembangunan sosial, banyak definisi pembangunan sosial dapat ditemua di dalam abstrak sekilas dan telah menawarkan langkah ideal khusus untuk intervensi. Banyak definisi pembangunan sosial dirumuskan oleh pekerja sosial terlalu luas, sehingga kurang bermakna. Akibatnya definisi tersebut tidak jelas seperti apa yang dimaksudkan oleh para pekerja sosial itu ketika merumuskan pembangunan sosial.
          Salah satu contoh kesulitan merumuskan pembangunan sosial diungkapkan oleh Salima Umar (1979) yang membuat definisi pembangunan sosial sebagai suatu proses kepedulian pencapaian kemampuan yang terintegrasi, seimbang, dan gabungan dari sosial dan ekonomi pembangunan di masyarakat, dengan memberikan penghargaan berupa nilai, martabat kemanusiaan, kesamaan, dan keadilan sosial. Dia mengatakan bahwa pembangunan sosial adalah menyeluruh (holistik), interdisiplin, antar sektor dan antar wilayah. Menurut catatannya pembangunan sosial membentuk masyarakat yang humanistik untuk mencapai kedamaian di dunia, dan peningkatan kesejahteraan bagi semua orang. Definisi demikian merupakan model yang ideal dan mulia, yang Omar mendefinisikan tidak hanya membawa pembangunan sosial sebagai suatu kegiatan profesional, tetapi sampai membawa pembangunan sosial mencapai tujuannya yakni mewujudkan atau memberikan peran pekerja sosial dalam proses pembangunan sosial.
          Banyak definisi lainnya tentang pembangunan sosial yang para pekerja sosial justru membuatnya terlalu luas, ideal, dan tidak jelas tentang masalah praktis. Kritik semacam itu datang dari Gary Lloyd (1982) sangatlah jelas menggambarkan bagaimana definisi itu dibuat samar-samar oleh para pekerja sosial. Lloyd memperhatikan kebanyakan definisi gagal dalam menawarkan teori yang cocok untuk pembangunan sosial atau merupakan pedoman praktis mengenai bagaimana suatu pembangunan sosial ideal dapat diwujudkan. Walaupun Lloyd banyak membaca literatur tentang pekerjaan sosial, nilai, aspirasi, dan kemuliaan tuhan, hal demikian hanya sebagai angan-angan daripada perspektif. Menurutnya, istilah pengembangan sosial muncul ketika literatur pekerjaan sosial berusaha untuk mewujudkan pekerjaan sosial sebagai profesi individual di bidang itu, kemudian banyak definisi gagal mewujudkan perannya di dalam pembangunan sosial secara nyata.
          Meskipun kritik Lloyd sangat nyata, hal itu kemudian disadari oleh pekerja sosial yang kemudian berusaha membuat definisi pembangunan sosial yang lebih khusus, dan praktis. Di antaranya ada yang membuat definisi pembangunan sosial sebaga perspektif psiko-sosial yaitu suatu proses pertumbuhan individu atau aktualisasi diri. Para penulis mencatat bahwa proses merupakan upaya memperkuat fungsi individu dan menghasilkan kemampuan diri dan juga masayarakat. Jadi pembangunan sosial berorientasi pada individu, tetapi dapat sukses  atau berhasil di dalam peningkatan kehidupan masyarakat. Seperti diuraikan sebelumnya, pendahulu pendekatan ini adalah Henry Maas (1984) yang telah membuat batasan pembangunan sosial sebagai suatu proses yang manusia dapat menjadi bertambah kemampuannya untuk berinteraksi sesuai dengan kemampuannya dan tanggung jawabnya. Maas, menekankan bahwa seringkali istilah itu digunakan dalam interaksi sosial yang lebih membantu membuat perhatian dan kebersamaan di dalam masyarakat.
          Kelompok kedua, pekerja sosial mendefinisikan pembangunan sosial dalam praktek yang di Amerika disebut dengan praktek pekerjaan sosial tidak langsung atau praktek pekerjaan sosial makro. Praktek pekerjaan sosial meliputi community organization, social planning dan administrasi pekerjaan sosial. Pendekatan sistematis tentang pekerjaan sosial makro tersebut disampaikan oleh Irving Spergel (1978) yang membuat definisi pembangunan sosial sebagai praktek struktural makro yang peduli terhadap peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat. Di dalam publikasinya Spergel menjelaskan secara rinci sejumlah kegiatan suatu lembaga yang diberi nama ED yang bertugas merancang, melaksanakan, dan mengendalikan suatu proyek bagu bagi pemuda yang menyimpang. Dengan menggunakan proyek ini sebagai studi kasus Spergel menjelaskan bahwa kegiatan ED termasuk ke dalam peran pembangunan sosial.
          Meskipun demikan, praktek individu dan praktek tidak langsung, keduanya merupakan pendekatan pembangunan sosial yang berusaha untuk memperkenalkan peranan praktek nyata bagi pekerja sosial, yang tidak berbeda dengan praktek pekerja sosial sekarang ini, dan merupakan bentuk intervensi konvensional yang telah dilaksanakan sebelumnya. Di dalam pendekatan Maas, pembangunan sosial agak berbeda jauh dengan kegiatan pekerjaan sosial yang sudah lazim itu yang caseworker dan  groupworker membantu pengembangan pribadi dan membantu mewujudkan aktualisasi diri melalui bimbingan atau pengalaman dari kelompoknya. Hampir sama dengan pendekatan Spergel, suatu pendekatan agak berbeda dari tanggung jawab pekerja sosial yakni dengan menggantungkan pada organisasi masyarakat, kegiatan ketetanggan, dan administrasi pekerjaan sosial. Walaupun permintaan pembangunan sosial sebagai model baru pekerjaan sosial, berbagai kegiatannya masih merupakan bagian dari pekerjaan sosial seperti beberapa tahun lalu. Untuk mendefinisikan pembangunan sosial agar lebih sederhana daripada memberikan warna baru dan masih dalam konsep pembangunan sosial sebagai padan kata dimaksudkan untuk mempertahankan keberadaan pekerja sosial itu sendiri.
          Kelompok ketiga, pekerja sosial yang berusaha merumuskan pembangunan sosial yang bisa diterapkan dengan menyandarkan pada kemajuan pendekatan yang melibatkan antar bidang ilmu dari studi pembangunan. Banyak pembangunan sebelumnya telah diterapkan di dunia ketiga, yang telah diterima sebagai suatu jalan terbaik untuk melaksanakan pembangunan di negara berkembang tersebut. Contohnya publikasii oleh Frank Faiva (1977, 1982) John Jones dan Rama Pandey (1981), serta Daniel Sander (1982) dan lainnya. Walaupun berbagai usaha itu kesemuanya berusaha untuk mengembangkan pembangunan sosial melalui penelitian berikutnya, namun mereka belum bisa menerima perspektif pembangunan sosial di dalam bidang pekerjaan sosial.
          Bisa dikatakan sebagai perspektif pekerjaan sosial unik jika telah banyak yang sudah dilaksanakan. Juga sangat penting bahwa pekerjaan sosial tidak hanya suatu idealismme dan pendekatan serampangan yang telah digunakan di masa lalu. Tetapi pekerjaan sosial juga tertarik pada pembangunan sosial dan menjadi bagian dari pembangunan di masa lalu. Usaha pekerja sosial untuk merumuskan definisi pembangunan sosial sebagai pendekatan unik merupakan langkah maju. Di lain pihak, sumbangan pekerja sosial untuk pembangunan sosial patut juga dihargai. Pekerja sosial telah memperkenalkan pembangunan sosial di negara maju dan juga pekerja sosial telah menjadi bagian dari pendekatan pembangunan sosial. Tambahan lagi, pekerja sosial yang mengkhususkan pada isu praktis telah memperkuat inti pembangunan sosial dan sangat peduli terhadap program-program pembangunan sosial. Di masa depan, mereka mungkin akan mendorong keberadaan pendekatan ini untuk melekat di dalam perspektif intervensi pekerjaan sosial.

5.4 Pembangunan Sosial dan Studi Pembangunan
          Istilah pembangunan sosial sudah digunakan secara luas di dalam berbagai bidang ilmu di kawasan studi pembangunan. Awalnya digunakan untuk menyediakan berbagai layanan sosial di negara berkembang. Khususnya  di dunia ketiga, pembangunan sosial mempunyai banyak arti mengenai definisi yang digunakan sekarang ini. Berbagai definisi itu juga digunakan di dalam buku ini.
          Sebagaimana dijelaskan di dalam bab 3 nantinya, pembangunan sosial telah diperkenalkan oleh pemerintah pemimpin Kolonial Inggris. Yang mengharapkan ada kaitannya antara pelayanan kesejahteraan sosial dengan usaha pembangunan ekonomi. Kala itu, pembangunan ekonomi  merupakan tujuan utama pemerintah kolonial dan para pendiri di berbagai negara yang baru merdeka. Pemerintah menyadari adanya Negara kesejahteraan dengan memperkenalkan program-program yang berhubungan dengan pelayanan sosial remedial yang diperkenalkan di negara jajahannya dan mereka ingin membuat sumbangsih yang positif terhadap pembangunan ekonomi.
          Pelayanan pekerjaan sosial tradisional yang hanya menyediakan layanan bagi pengemis, remaja nakal, orang cacat dan berbagai kelompok fakir miskin lainnya dengan memperbesar program pemberantasan buta huruf, program pemberdayaan masyarakat, ada keyakinan nantinya akan bisa mendorong pendekatan pembangunan di dalam kesejahteraan sosial. Kata pembangunan sosial muncul  dari usaha seperti itu. Bersamaan dengan aspek kebijakan kesejahteraan sosial bagi pemerintah kolonial yang lebih dikenal dengan pelayanan pekerjaan sosial remedial, dan program pembangunan masyarakat.
          Pembangunan sosial terus dikembangkan, di Amerika dan kemudian menyebar ke seluruh dunia di tahun 50 an dan 60-an. Istilah pembangunan sosial tidak bisa diterima banyak pemerintah di dunia ketiga karena wujudnya berupa organisasi non pemerintah yang sering disebut dengan NGO. Meskipun di Amerika aslinya digunakan istilah itu sesuai dengan yang digunakan di Inggris yang mengkombinasikan pekerjaan sosial remedial dan pembangunan masyarakat. Di tahun 1960-an, ketika pertama kali pembangunan menyebar ke seluruh dunia, pemerintah Amerika menawarkan definisi pembangunan sosial seperti itu. Pemerintah Amerika mendesak bahwa konsep pembangunan sosial harus dibatasi pengertiannya untuk difokuskan pada pekerjaan sosial dan pembangunan masyarakat, yang bertujuan untuk menghadapi masalah-masalah yang muncul di dalam kehidupan masyarakat, dengan meningkatkan partisipasi dan integrasi pembangunan ekonomi dan perencanaan sosial.
          Sekarang istilah pembangunan sosial digunakan di dalam konteks pembangunan di dunia ketiga, yang agak berbeda dengan sebelumnya. Banyak ahli menggunakan istilah pembangunan sosial lebih spesifik yang merupakan penyediaan pelayanan sosial oleh pemerintah yang dilaksanakan oleh menteri atau departemen sosial di negara berkembang. Sebagaimana dijelaskan di depan, hal tersebut sebagai realisasi dari pembangunan sosial. Seringkali pembangunan sosial digunakan sebagai bentuk tanggung jawab dari suatu usaha dari lembaga pemerintah untuk merumuskan program-program yang sesuai dan lebih tepat dengan kebutuhan atau keadaan negara yang bersangkutan. Hal itu digunakan sebagai alasan seorang menteri atau departemen pekerjaan sosial di banyak negara yang terkadang merubahnya dengan menteri negara pembangunan sosial. Dalam kaitannya dengan pembangunan sosial akhirnya dapatlah disimpulkan bahwa pembangunan sosial meliputi pelayanan pekerjaan sosial tradisional seperti residual casework, probation, social casework, dan program pembangunan masyarkat, pemberdayaan perempuan, pelayanan remaja, gizi dan penampungan anak.
          Ahli lainnya menggunakan istilah pembangunan sosial lebih luas yakni meliputi seluruh pelayanan sosial. Tambahan lagi, pelayanan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. Istilah di atas termasuk juga kesehatan, pendidikan, perumahan, dan     berbagai bidang lainnya. Di dalam pendekatan ini, pembangunan sosial merupakan pelayanan sektor sosial umum, dan sering digunakan dalam konteks perencanaan nasional yang berkonotasi perencanaan dan pengkoordinasian berbagai pelayanan sosial. Pembangunan sosial dimaknai atau bersinonim dengan perencanaan sektor sosial dan menteri negara di bidang sosial, yakni suatu departemen yang menyediakan layanan sosial. Sebagai contoh, dalam pendekatan ini dikemukakan Hardiman dan Midley (1981 dan 1989) kebijakan sosial di dalam negara berkembang meliputi pembahasan isu kebijakan yang dapat mempengaruhi pelayanan sosial menyeluruh di negara dunia ketiga.
          Pihak yang berwenang lain memperluas lingkup pembangunan sosial yang mencakup pelayanan sosial dan juga kebijakan sosial secara luas serta program-program yang langsung dapat mempengaruhi kesejahteraan sosial seluruh masyarakat di negara berkembang. Di dalam definisi ini, pembangunan sosial merupakan payung yang meliputi pelayanan sosial umum, perundangan kepemilikan tanah di pedesaan, partisipasi masyarakat, keluarga berencana dan kependudukan, serta strategi nasional untuk memperbaiki kondisi orang miskin maupun mempertinggi derajad kehidupan masyarakat. Definisi yang luas ini berhimpitan dengan pendekatan ekonomi politik yang banyak digunakan dalam pembahasan selanjutnya guna memperkaya perspektif teoritis terhadap keberadaan pembangunan sosial.

5.5 Ekonomi Politik dan Pembangunan Sosial
          Ekonomi politik adalah suatu pendekatan yang mengkombinasikan pengetahuan ekonomi, ilmu politik dan teori sosial yang peduli terhadap kepentingan nasional dan internasional. Pembangunan sosial  pertama kali digunakan abad ke 17 yang merupakan pengendalian masalah-masalah ekonomi di suatu negara, tetapi di akhir abad 20 lalu telah digantikan dengan ekonomi di jaman modern sekarang ini. Pada awal abad 20 istilah ekonomi politik telah banyak digunakan untuk menjelaskan teori ekonomi klasik dari Adam Smith, David Ricardo, dan Karl Marx. Dengan bangkitnya ilmu sosial Marsist tahun 1960-an ekonomi politik menjadi suatu ilmu yang sedang digemari dan digandrungi para ilmuwan sebagai suatu pendekatan pembangunan dan banyak digunakan ilmuwan sosial untuk dipertimbangkan dalam membuat semua keputusan politik.
          Ekonomi politik tidak merupakan bidang yang tersendiri, sedikit universitas telah memisahkan jurusan ekonomi politik. Walaupun ekonomi politik berhubungan dengan ilmu ekonomi sesungguhnya ilmu ekonomi politik merupakan pendekatan antar disiplin di dalam ilmu sosial yang berusaha mengintegrasikan berbagai pengetahuan umum ilmu sosial. Lebih dari sekedar perspektif, atau model pemikiran ilmu sosial, melainkan sebagai disiplin tertentu atau bagian disiplin tertentu. Ekonomi politik langsung berfokus pada tema-tema sosial dan pertanyaan ekonomi, untuk menghadapi secara langsung persoalan ekonomi yang berkaitan dengan nilai, ideologi yang bisa mendorong dan mengembangkan perspektif makro dan dengan mudah dapat meletakkan suatu masalah bersifat nasional atau internasional.
          Di dalam ekonomi politik, pembangunan sosial merupakan awal adanya lembaga internasional dan khususnya di Amerika merupakan bagian integral dari usaha mengembangkan peningkatan ekonomi dan sosial di negara-negara yang baru merdeka. Sebagaimana  yang akan dibahas dalam bab berikutnya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menerima definisi dari Inggris tentang pembangunan sosial yang merupakan kombinasi antara pekerjaan sosial remedial dan program pembangunan masyarakat. Walaupun demikian, di tahun 60-an PBB mulai menyarankan pendekatan yang lebih luas yaitu suatu pendekatan yang lebih luas. Pembangunan sosial didefinisikan sebagai kebijakan dan program yang melekat dengan pembangunan ekonomi pembangunan dan mempertinggi standart hidup semua warga negaranya. Pendekatan demikian akan diuraikan secara luas pada pandangan ekonomi politik.
          Pembangunan sosial menempatkan masalah yang bersifat tradisional ke dalam bidang ekonomi politik. Ekonomi politik peduli terhadap kehidupan masyarakat karena sebagai basis aktivitas ekonomi, dan juga kesejahteraan sosial, kemiskinan, kekayaan dan kesempatan untuk berkembang atau berusaha. Pembangunan sosial peduli terhadap masalah semacam itu. Ekonomi politik berisikan pandangan ilmu sosial yang berbeda-beda dengan menganalisis masalah kemanusiaan dan mengusulkan berbagai strategi untuk mengatasi masalah-masalah di atas. Ekonomi politik juga peduli terhadap peranan negara dan lembaga besar di masyarakat lainnya untuk berperan dalam menyediakan kebutuhan sosial. Termasuk nilai dan keyakinan. Pembahasan mengenai nilai dan keyakinan seringkali menjadi suatu perdebatan yang tidak pernah terselesaikan.
          Pengetahuan ekonomi politik sekarang ini telah secara luas diterima dalam pemikiran pembangunan sosial. Bahasa, idea, pendekatan dan masalah yang disarankan bisa diterima dalam mempengaruhi ekonomi politik. Walaupun ekonomi politik, tidak mengalami perkembangan mengenai definisinya sendiri ke dalam pembangunan sosial, sumbangan ekonomi politik terhadap keberadaan pembangunan sosial tidak bisa diabaikan.

  
VI. Daftar Pustaka
          James Midgley, 1995. Social Deveopment : The Development Persective in Social Welfare (halaman 1- 36) Sage Publication, London.


BACA SELENGKAPNYA KLIK Pengantar Pembangunan Sosial