001

MATERI KULIAH PEMBANGUNAN SOSIAL


Selintas Memahami Konsep Kemiskinan, Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat

Konsep “pemberdayaan” (empowerment) telah mengubah
konsep pembangunan dan sekaligus strategi bagaimana mengentaskan
kemiskinan khususnya di pedesaan. 
Perubahan ini sering disebut orang sebagai perubahan paradigma atau
serangkaian perubahan mulai dari tataran
konsep, teori, nilai-nilai, metodologi sampai ke tataran pelaksanaannya.
Perubahan ini telah mempengaruhi isi Laporan Indeks Pembangunan
Manusia (Human Index Development) yang setiap tahun dikeluarkan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP). Organisasi ini
menyatakan “pembangunan seharusnya dianyam oleh rakyat bukan
sebaliknya menjadi penonton pembangunan dan seharusnya pula
pembangunan memperkuat rakyat bukan justru membuat rakyat semakin
lemah”
Pemberdayaan menjadi konsep kunci untuk menanggapi kegagalan
pelaksanaan pembangunan selama ini. Sejak dicanangkan konsep
pembangunan pada akhir masa perang dunia kedua, ternyata
pembangunan membuat orang semakin miskin atau jumlah orang miskin
semakin banyak, gagasan modernisasi pun rontok karena tidak mampu
meneteskan hasil-hasil pembangunan kepada kelompok masyarakat
termiskin, pun semakin diakui bahwa pemerintah ternyata tidak
mampu mengentaskan kemiskinan dan konyolnya pembangunan juga
merusak lingkungan hidup.

Kemiskinan
Pemberdayaan amat dekat dengan konsep kemiskinan. Kemiskinan
biasanya dikenali dari ketidakmampuan sebuah keluarga memenuhi
kebutuhan dasar dan berbagai kaitan yang mencitrakan orang
tersebut menjadi miskin.
Beberapa konsep kemiskinan adalah
(1) garis kemiskinan yang dikaitkan dengan kebutuhan konsumsi mininum sebuah
keluarga atau sering disebut sebagai kemiskinan primer—indikasinya adalah 2 per 3
pendapatan habis buat makan, 
2) kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut menjadi
fenomena negaranegara dunia ketiga yang ditandai oleh keluarga yang
hidup di bawah garis kemiskinan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah
keluarga berada di atas garis kemiskinan tetapi rentan terjerembab ke
kubangan garis kemiskinan. 
3) kemiskinan massal atau kantong kemiskinan adalah kemiskinan yang
melanda satu negara atau wilayah dan hal ini membuatnya menjadi kompleks
dalam proses mengatasinya.
Sedangkan Chamber (1983) berpandangan kemiskinan umumnya ditandai
oleh isolasi – berlokasi jauh dari pusat-pusat perdagangan,
diskusi dan informasi, kurangnya nasehat dari penyuluh pertanian,
kehutanan dan kesehatan serta pada banyak kasus juga ditandai
dengan ketiadaan sarana bepergian. Kelompok masyarakat miskin
amat rentan karena mereka tidak memiliki sistem penyangga
kehidupan yang memadai. Kebutuhan kecil dipenuhi dengan cara
menggunakan uangnya yang sangat terbatas jumlahnya, mengurangi
konsumsi, barter, pinjam dari teman dan pedagang. Mereka juga
mengalami ketidakberdayaan yang ditandai dengan diabaikannya
mereka oleh hukum, ketiadaan bantuan hukum bagi mereka, kalah
dalam kompetisi mencari kerja dan mereka pun tidak memperoleh
pelayanan publik yang optimal.
Kemiskinan kemudian lebih ditafsirkan sebagai suatu kondisi
ketiadaan access pada pilihan-pilihan dan hak-hak yang seharusnya
melekat di bidang sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dan
lingkungan hidup.
Konsep yang amat dekat dengan konsep kemiskinan adalah
impoverishment (hal-hal menyebabkan seseorang atau sesuatu
menjadi lebih miskin). Proses impoverisment adalah sebuah proses
aktif menghilangkan akses dan hak-hak dasar yang secara
sistematik direproduksi dan diciptakan oleh sejumlah mekanisme
global seperti kerusakan lingkungan hidup, kehancuran sumberdaya
rakyat, inflasi, pengangguran dan politik utang luar negeri.
Proses inilah yang dikenal sebagai proses pelemahan
(disempowerment) ekonomi, ekologi, sosial, politik dan kebudayaan
khususnya bagi kelompok-kelompok masyarakat minoritas dan
terpinggirkan.

Pemberdayaan
Kata “empower” atau “berdaya” dalam kamus bahasa ditafsirkan
sebagai “berkontribusi waktu, tenaga, usaha melalui kegiatankegiatan
berkenaan dengan perlindungan hukum”, “memberikan
seseorang atau sesuatu kekuatan atau persetujuan melakukan
sesuatu”, “menyediakan seseorang dengan sumberdaya, otoritas dan
peluang untuk melakukan sesuatu” atau “membuat sesuatu menjadi
mungkin dan layak”. Pada kamus yang lain pengertian menjadi
“memberikan seseorang rasa percaya diri atau kebanggaan diri”.
Definisi pemberdayaan sendiri masih dalam perdebatan teoritik.
Dalam kosa kata pembangunan, konsep pemberdayaan adalah konsep
yang paling sering diplesetkan (disalah-artikan) karena
menyangkut gangguan pada para pemegang kekuasaan saat ini (baik
nasional maupun internasional), para pihak yang tidak berdaya
(powerlessness) serta perubahan sosial.
Saat ini ada dua pemegang kekuasaan pada sistem kehidupan kita
saat ini yakni
1) kelompok yang menguasai kekayaaan alam atau keuangan dan
2) kelompok yang menguasai ilmu pengetahuan.
Di negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia, kedua kekuasaan ini
dipegang oleh segelintir orang.Pada pandangan semacam ini,
pemberdayaan adalah upaya membongkar monopoli kekuasaan
politik dan ekonomi yang dipegang oleh segelintir orang dan dialihkan
kepada rakyat kebanyakan. Dan, mendorong pemerintahan yang lebih
bertanggung jawab kepada rakyat serta menciptakan kondisi yang
memungkinkan terjadi distribusi aset dan kekayaan yang lebih adil.
Kelompok kedua menyatakan kapitalisme dan sosialisme telah gagal
berkenaan dengan isu pengentasan kemiskinan. Para pemimpin
lembaga-lembaga internasional dan pemerintahan nasional tidak
memiliki jawaban bagaimana mengentaskan kemiskinan. Kelompok ini
menyatakan harus ada perubahan kepemimpinan dengan memanfaatkan
kepemimpinan masyarakat sipil untuk menemukan jalan ketiga (bukan
kapitalisme ataupun sosialisme).
Kedua kelompok pemikir di muka tetap mendudukan pemberdayaan
sebagai sesuatu yang bersifat dari atas (top down). Karena
mereka tetap percaya yang memiliki sumberdaya adalah mereka.
Untuk itu mendudukan orang-orang baik di dalam lembaga-lembaga
yang berkuasa (seperti Bank Dunia, Presiden, DPR, DPRD, Bupati)
bisa mengubah keadaan. Kelompok ini sering disebut kelompok
ilmuwan liberal atau progresif. Pemberdayaan dalam kacamata
kelompok ini lebih cocok ditafsirkan sebagai bagaimana mengelola
kekuasaan (power).
Kelompok ketiga yang sering dikenal sebagai kelompok reformis.
Kelompok ini percaya bahwa kekuasaan tidak pernah diberikan tapi
harus direbut. Ini adalah pelajaran dari sejarah. Jadi,
pemberdayaan adalah tindakan-tindak aktif untuk merebut kembali
kekuasaan atas politik, ekonomi, sosial, budaya dan kekayaan
alam. Karena itu konsep empowerment atau pemberdayaan dianggap
sebuah konsep yang kontradiksi karena pemberdayaan hanya bisa
terjadi bila rakyat melakukan sendiri agar bebas dari penindasan
(self-empowerment).
Pemberdayaan dalam kaitannya dengan pembangunan dan pengentasan
kemiskinan sering dikaitkan dengan beberapa hal berikut:
1.  Tata relasi kekuasaan yang demokratik, transparan dan diakuipublik
(good governance).
2.  Transformasi ekonomi menjadi komunitas yang mandiri, berbasispada
sumberdaya lokal, dan penguatan sumberdaya manusia.
3.  Promosi pengembangan komunitas melalui kekuatan sendiri dan
berporos pada proses dibandingkan dengan penyelesaian suatu
proyek.
4.  Sebuah proses yang memungkinkan pengambilan keputusan kolektif
dan dilanjutkan dengan tindakan kolektif
5.  Partisipasi penuh atau sebuah proses yanng melipatkan seluruh
lapisan masyarakat (tanpa terkecuali) dalam pengembangan
agenda komunitas.
Senarai hal-hal di muka memperkaya proses pemberdayaan menjadi
suatu kebutuhan membangun kapasitas komunitas untuk mampu
merespon perubahan lingkungan dengan cara mendorong perubahan
internal dan eksternal yang pas dan tidak lelah melakukan
pembaruan sosial (inovasi sosial).
Dalam pengertian yang lebih generik, pemberdayaan komunitas
berarti penguatan makna dan realitas dari prinsip-prinsip
inklusivitas (seperti bagaimana melibatkan para pihak yang
relevan dalam suatu proses), transparansi (keterbukaan),
akuntabilitas (yang memberikan legitimasi pada setiap proses
pengambilan keputusan).
Konsep ini melampaui hiruk pikuk masalah pembangunan dan
demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan partisipasi tetapi
bagaimana memberikan kesempatan pada anggota komunitas
(termiskin, terpinggirkan) untuk memahami realitas lingkungannya
(sosial, politik, ekonomi, politik, dan kebudayaan) dan
merefleksikan faktor-faktor yang membentuk lingkungan mereka dan
menentukan langkah-langkah perubahan untuk memperbaiki situasi
mereka.
Pemberdayaan sebagai strategi pengentasan kemiskinan harus
menjadi proses multidimensi dan multisegi yang memobilisasi
sumberdaya dan kapasitas masyasrakat. Dalam hal ini,
pemberdayaan tidak lagi menjadi sesuatu yang teoritis melainkan
menjadi alat untuk memutar-balikkan proses pemiskinan.
Menemu kenali elemen-elemen atau kondisi yang dibutuhkan bagi
pemberdayaan menjadi kebutuhan utama dalam memahami manifestasi
konkrit pemberdayaan di tingkat basis. Elemen-elemen
pemberdayaan termasuk:
􀂃 Swadaya dan otonomi lokal dalam proses pengambilan
keputusan masyarakat di tingkat desa, dan partisipasi
demokrasi langsung dalam proses kepemerintahan
representatif yang lebih luas. Ini akan memungkinkan
masyarakat menggunakan kapasitasnya untuk memanfaatkan jasa
informasi, berlatih memikirkan masa depan, melakukan
eksperimen dan inovasi, berkolaborasi dengan orang lain,
dan mengeksploitasi kondisi-kondisi serta sumberdayasumberdaya
baru;
􀂃 Penyediaan ruang bagi masyarakat untuk menegaskan
kebudayaan serta kesejahteraan spiritualnya, dan
pembelajaran sosial yang bertumpu pada pengalaman, termasuk
pengungkapan dan penerapan kearifan lokal, di samping
pengetahuan teoritis dan ilmiah;
􀂃 Akses terhadap tanah dan sumberdaya lainnya, pendidikan
untuk perubahan, dan fasilitas perumahan serta kesehatan;
􀂃 Akses terhadap pengetahuan dan ketrampilan (dari dalam
maupun dari luar) untuk mempertahankan kekayaan alam secara
konstan dan kapasitas alam menerima buangan;;
􀂃 Akses terhadap latihan ketrampilan, tehnik-tehnik pemecahan
masalah, dan teknologi serta informasi tepat guna yang ada,
sehingga pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki bisa
dimanfaatkan; dan
􀂃 Partisipasi dalam proses-proses pengambilan keputusan oleh
semua orang, terutama perempuan dan kelompok-kelompok yang
pinggiran.
Elemen-elemen pemberdayaan di atas merupakan apa yang dibutuhkan
untuk memungkinkan terjadinya perubahan.
Pemikiran pembangunan alternatif menekankan pada transformasi
politik, ekonomi, lingkungan hidup, kelembagaan sosial serta
nilai-nilai komunitas melalui pemberdayaan. Pembangunan yang
bertumpu pada komunitas hendaknya berakar pada prinsip-prinsip
berikut:
1. Kedaulatan, kebebasan, dan demokrasi melalui partisipasi
politik yang luas
2. Komunitas lokal mengontrol sendiri sumberdayanya dan
memiliki akses memadai pada informasi
3. Membangun suatu sistem nilai yang konsisten sesuai dengan
perikehidupan komunitas dan hubungan mereka dengan alam dan
sumberdayanya.
4. Membangun semangat gotong royong di antara anggota
komunitas untuk membangun masa depan bersama.
Pemberdayaan pada akhirnya memberikan kepada komunitas yang
paling miskin dan terpinggirkan kapasitas yang sesungguhnya agar
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan baik sebagai
masyarakat maupun komunitas. Transisi ini membutuhkan kesadaran
sosial, partisipasi sosial yang lebih tinggi, pemanfaatan
pemahaman baru atas proses ekologi perubahan dan pembaruan diri.
Tekanan terbesar dalam proses pembedayaan dalam pembangunan
berkelanjutan dan pengetasan kemiskinan adalah pemberdayaan
sosio-ekonomi, pemberdayaan politik, pemberdayaan pendidikan,
pemberdayaan teknologi dan pemberdayan kebudayaan atau spiritual.

Pemberdayaan sosio-ekonomi ini akan mendorong individu dan
komunitas memperoleh tanggung jawab bersama menentukan masa
depannya dan menjadi manajer perubahan yang diinginkan.

Pemberdayaan politik dan pendidikan melalui pendidikan
kemandirian atau pendidikan pembebasan akan meningkatkan
kapasitas komunitas bergelut dengan isu-isu demokrasi dan
keadilan serta merasa memiliki kemampuan berbicara tentang apa
yang dipikirkan dan pandangannya terhadap dunia serta menentukan
sendiri kehidupan yang dibayangkan.

Pemberdayaan teknologi melalui pengakuan atas pengetahuan lokal
dan ketrampilan melalui kerjasama internasional adalah penting
untuk memecahkan dilema pertumbuhan, kelestarian lingkungan hidup
dan kesejahteraan umat manusia. Hal ini akan melibatkan
perkembangan dan bertukar teknologi yang akan mampu meningkatkan
produktivitas tenaga kerja, pendapatan, kesejateraann dan
mengurangi dampak buruk kerusakan lingkungan hidup.

Pemberdayaan kebudayaan dan spiritual bertujuan memahami
kebudayaan dan spiritualitas sebagai basis eksistensi manusia dan
sebagai landasan keberlanjutan peradaban umat manusia. Dalam
perdebatan para pakar pembangunan, kebudayaan dan spiritualitas
menjadi kunci dalam impelementasi pembangunan berkelanjutan.
Kesimpulannya pemberdayaan dalam pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan adalah bagaimana masyarakat memiliki kapasitas
untuk memanfaatkan akses dan pilihan-pilihan seperti ruang
kebudayaan dan spiritual, pengakuan dan validasi pada pengetahuan
lokal, pendapatan, kredit, informasi, training, dan partisipasi
pada proses pengambilan keputusan.

Penutup
Dalam usaha mengentaskan kemiskinan di pedesaan, selama ini telah
ada tiga strategi yakni (1) strategi pusat-pusat pertumbuhan yang
mendorong investor membangun industri di wilayah-wilayah tertentu
agar generasi pencari kerja tertarik ke pusat pertumbuhan ini,
(2) strategi pemukiman kembali, dan (3) pembangunan desa terpadu.
Ketiga pendekatan ini telah gagal melakukan pemberdayaan rakyat
miskin dan mengentaskan kemiskinan. Karena, mereka tidak
memiliki suatu proses untuk belajar dari kaum termiskin tentang
kebutuhan, aspirasi dan pengetahuan mereka. Ketiga pendekatan di
muka pun gagal memberikan peluang kepada kaum miskin masalah
dasar mereka. Pemberdayaan bukan mengulang kesalahan 3 strategi
di muka!

Relasi antara Pemberdayaan, Kemiskinan dan Pembangunan

1. Pendidikan Kritis sebagai Alat Pemberdayaan
Pendidikan kritis menjadi salah satu metodologi pemberdayaan yang
paling populer. Karena, pendidikan kritis menggunakan metode
berfikir dialektika. Proses pendidikan kritis selalu dimulai dari
pengalaman nyata rakyat dalam penggorganisasian dan bekerja
(praktek), kemudian dilanjutkan dengan proses menstrukturkan
pengalaman mereka (teori) dan selanjutnya mendorong mereka menemukan
tindakan strategis baru bertumpu pada pemahaman baru dan lebih dalam
dari apa yang telah mereka lakukan sebelumnya (praktek).
Proses ini sebuah proses satu arah yang sederhana. Pendidik atau
Guru tidak memainkan peran sebagai orang yang memiliki pengetahuan
dan memberikan pengetahuan itu kepada para muridnya. Peran pendidik
dalam sebuah proses pendidikan kritis bukan memberikan jawaban tetapi
menciptakan pertanyaan-pertanyaan.
Proses pendidikan kritis adalah (1) suatu proses kolektif—melibatkan
komunitas pada proses saling mengajar dan belajar dari pengalaman,
(2) sesuatu yang kritis dan mencerdaskan—mencari sejarah dan akar
masalah, (3) bersifat sistematik—mengajak komunitas berfikir dari
kongkrit ke abstrak dan selanjut mengembalikan ke bentuk kongkrit
(praktek-teori-praktek), (4) bersifat partisipatoris—melibatkan semua
orang dalam proses penelitian, pendidikan dan organisasi, dan (5)
sesuatu kreatif – menggunakan kesenian dan kebudayaan (drama, gambar,
musik, cerita, foto) sebagai alat bantu pendidikan, merangsang rakyat
berimajinasi dan memanfaatkan tenaga rakyat sesungguhnya.
Pendidikan kritis bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Hanya
saja perlu diperhatikan konteks sejarah komunitas, sistem ekonomi
politik, dan juga edeologi yang dominan di wilayah belajar tersebut.